Daerah

Nurhidayat Produksi Mainan Alutsista

Sel, 28 Maret 2017 | 12:53 WIB

Jakarta, NU Online
Sejak beberapa tahun lalu, Muhammad Nurhidayat memiliki hobi yang unik, yaitu membuat alutsista mainan berbahan karet penghapus, yang ia beri nama “minikar”. Minikar merupakan kependekan dari “miniatur ukir dari karet penghapus”.

Ide membuat minikar berawal sekitar 4 tahun lalu ketika sang anak minta dibelikan mainan pesawat N-250 buatan PT Dirgantara Indonesia. 

“Saat itu anak pertama saya masih TK. Dia minta dibelikan pesawatnya Pak Habibie (N-250). Wah, saya bingung. Selama ini yang ada di pasaran kan mainan miniatur pesawat buatan luar negeri. Belum ada pesawat buatan (negara) kita yang diperbanyak menjadi mainan. Saya katakan kepada anak saya, belum ada mainan seperti itu (miniatur N-250),” kata pria 37 tahun kelahiran Surabaya, yang kini menetap di Semarang, Senin (27/3).

Ayah tiga anak yang bekerja sebagai dosen sebuah perguruan tinggi swasta di Gorontalo kembali bingung sewaktu sang anak juga minta dibelikan mainan berbentuk Anoa buatan PT Pindad. 

“Anak saya lihat (panser) Anoa di internet. Dia bilang sangat bagus dan keren. Lalu juga minta dibelikan mainan (panser Anoa) itu,” ujar Nurhidayat.

Pria yang kini kuliah di pascasarjana Universitas Diponegoro ini pun memiliki ide membuat mainan berbentuk alutsista setelah melihat maket arsitektur di sebuah kantor pemerintah daerah. 

“Pada maket itu kan juga terpajang miniatur mobil-mobilnya berbahan karet penghapus. Nah, dari situ saya mendapat ide. Maka saya membeli beberapa buah karet penghapus dan perlengkapan lainnya untuk membuat mainan alutsista,” cerita Nurhidayat.

Ia mengukir batangan-batangan karet penghapus dan mengecatnya hingga berbentuk menyerupai aneka alutsista seperti tank, panser, truk peluncur misil, truk angkut tentara, rantis (kendaraan taktis), helikopter serbu, helikopter angkut tentara, hingga pesawat tempur. 

“Alhamdulillah meskipun tidak mirip banget dengan aslinya, tapi anak saya suka,” kata pria yang mengagumi B.J. Habibie ini.

Ternyata tidak hanya anak Nurhidayat saja yang menyukai minikar buatannya, tetapi juga anak-anak tetangga sekitar rumah, baik sewaktu masih di Gorontalo maupun setelah pindah ke Semarang. 

“Anak-anak tetangga, juga teman-teman sekelas anak saya minta dibuatkan juga. Malah ada yang minta diajari cara pembuatannya. Saya pun membuatkan ataupun mengajari cara pembuatannya,” kenang Nurhidayat. 

Hingga kini ia telah diundang ke beberapa sekolah, ponpes, dan masjid untuk mengajarkan cara pembuatan mainan tersebut kepada anak-anak.

Nurhidayat kagum dan sangat mendukung bangsa ini berusaha mandiri dalam hal pengadaan alutsista. “Semoga alutsista (buatan bangsa) kita banyak juga diminati bangsa lain. Agar kita suatu saat nanti dikenal sebagai negara pengekspor alutsista, bukan lagi sebagai pengimpor seperti sekarang,” harap pria yang menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengahnya di Tarakan, Kalimantan Utara ini.

Namun, Nurhidayat mengakui bahwa minikar buatannya tidak mirip dengan alutsista sungguhan yang dibuat PT Pindad maupun PT-DI. 

“Alasan pertama, karena saya belum minta izin dari PT Pindad dan PT-DI. Semua alutsista buatan mereka kan ada hak ciptanya. Kita harus menghormatinya. Alasan kedua, saya memang tidak bisa membuatnya menjadi mirip. Hahaha,” selorohnya. 

Alumni Universitas Hasanuddin itu berharap, pemerintah memproduksi mainan atau miniatur berbentuk alutsista produksi dalam negeri. 

“Selama ini kan anak-anak kenalnya dengan (panser) Tarantula padahal kita sudah punya Anoa dan Badak. Anak-anak akrab dengan (rantis) Hummer-nya Amerika meskipun kita sudah produksi Komodo. Sebab selama ini alutsista kita tidak disosialisasaikan dalam bentuk mainan. Jadi banyak anak-anak tidak kenal karya bangsa sendiri. Anak saya saja bilang sendiri bahwa (rantis) Komodo bentuknya lebih keren daripada Hummer,” jelas Nurhidayat.

Menurut Nurhidayat, jika ada BUMN atau pun perusahaan swasta yang mau memproduksi secara massal mainan atau miniatur berbentuk alutsista Indonesia, anak-anak bangsa ini akan semakin cinta dengan produksi dalam negeri. 

“Bahkan bisa juga diekspor ke mancanegara. Sehingga anak-anak di seluruh dunia pun mengenal (panser) Anoa, Badak, (ranris) Komodo, dan semua kendaraan buatan Indonesia lainnya,” harapnya. (Kendi Setiawan/Abdullah Alawi)