Omzet Penjual Bakso di Sekitar Buntet Pesantren Turun Drastis
NU Online · Kamis, 9 April 2020 | 15:15 WIB
Jam ponsel sudah menunjukkan angka 22. Jalanan sepi. Tak ada suara, selain air yang jatuh di atas genting. Lalu, suara denting memecah kesunyian.
"Ting ting ting," begitulah bunyi sendok yang diadu dengan mangkuk.
"Padamu," lanjut suara seseorang menyertainya.
Man Hayi, begitulah orang tersebut akrab disapa. Ia baru saja bangun dari istirahatnya di Masjid Agung Pondok Buntet Pesantren. Setelah jamaah Isya, ia tidak bisa menyembunyikan lelahnya mendorong gerobak bakso jualannya.
Pewarta NU Online mendatanginya pada Selasa (7/4) malam. Ia memesan baksonya satu mangkuk. "Satu, Mang. Ada mie instan?"
"Tinggal pilih saja," katanya sembari meletakkan kardus yang penuh berisi mie instan beragam rasa.
Ia pun melayani dengan sigap. Mi yang dipilih langsung dibukanya dan dimasukkan ke cubluk berisi kuah bakso. Ia membuka pintu gerobak bagian bawah, lalu memperbesar volume api kompornya.
Man Hayi keluar dari rumahnya yang berada di seberang sungai bakda Asar. Untuk sampai Masjid Agung Buntet Pesantren, ia memutar melalui jembatan yang bisa dilalui gerobaknya.
Ia bercerita merosotnya pendapatannya akhir-akhir ini. Cukup jauh. "Biasanya bisa dapat 500 ribu, sekarang 100 sampai 200 saja sudah untung banget," katanya.
Ia yang tak lagi sekuat dulu, tak mampu lebih banyak berkeliling. Biasanya, ia mampu  menjajakan baksonya hingga wilayah barat pesantren. Namun saat ini, tenaganya sudah tak mendukung. Tak ayal, lepas Isya hingga pukul 22.00, ia menunggu pembeli di halaman Masjid Agung Buntet Pesantren.
Baru setelahnya, ia hendak bergerak menuju ke arah timur. Selain bentuk jalan yang lebih landai, ia mengira-ngira di sana baksonya dapat lebih laku.
Biasanya, di waktu tersebut, ia menunggu pembeli dari santri-santri almarhum KH Fuad Hasyim. Namun, keluarga Kiai Fuad sudah memulangkan ratusan santrinya karena pandemi Covid-19.
Man Hayi sudah mengetahui informasi bahwa PLN akan menggratiskan tagihan listriknya selama tiga bulan ke depan. Ya, ia pelanggan dengan tegangan listrik sebesar 450 VA. Ia sedikit dapat bernafas lega dengan adanya kabar tersebut.
"Berapa?" Pewarta menanyakan harga semangkuk baksonya.
"10 ribu."
Ia menyerahkan uang lembaran Rp 50 ribu. Man Hayi menerimanya, lalu merogoh kantong celananya, membuka laci gerobaknya. Ia mengumpulkannya lembar demi lembar uang yang tampaknya masih cukup untuk memberikan kembalian Rp 40 ribu.
Tapi setelah itu, uangnya tinggal selembar warna biru yang baru saja diterimanya. Artinya, sedari Asar hingga pukul 10 malam, bisa jadi ia baru mendapat lima pembeli.
Ia sangat berharap wabah seperti ini lekas berakhir dan kehidupan kembali berjalan seperti semula.
Pewarta: Syakir NF
Terpopuler
1
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
2
Khutbah Idul Adha: Menanamkan Nilai Takwa dalam Ibadah Kurban
3
Bolehkah Tinggalkan Shalat Jumat karena Jadi Panitia Kurban? Ini Penjelasan Ulama
4
Khutbah Idul Adha: Implementasi Nilai-Nilai Ihsan dalam Momentum Lebaran Haji
5
Khutbah Idul Adha Bahasa Jawa 1446 H: Makna Haji lan Kurban minangka Bukti Taat marang Gusti Allah
6
Khutbah Idul Adha: Menyembelih Hawa Nafsu, Meraih Ketakwaan
Terkini
Lihat Semua