Daerah

Pelajar Purbalingga Produksi Film Dokumenter ‘Tambang Pasir’

Rab, 15 Mei 2019 | 06:50 WIB

Pelajar Purbalingga Produksi Film Dokumenter ‘Tambang Pasir’

Ilustrasi film (Republika)

Purbalingga, NU Online
Menjelang Festival Film Purbalingga (FFP) 2019, pelajar SMA Negeri Bukateja Purbalingga memproduksi film dokumenter. Tahun ini, lewat Sabuk Cinema ekstrakulikuler sinematografi, pelajar itu menggarap tentang penambangan Golongan Galian C atau Galian C di sepanjang Sungai Pekacangan.

Pengambilan gambar mulai mereka lakukan dua pekan sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, sementara risetnya jauh sebelum itu. Meski saat ini sedang memasuki paskaproduksi atau editing, namun mereka tetap menyiagakan kamera terutama untuk lokasi penambangan yang berkonflik dengan warga.

Sutradara dokumenter yang rencananya diberi judul Tambang Pasir, Sekar Ayu Kinanti mengatakan, setidaknya ada tiga subyek atau narasumber yang pihaknya angkat.

“Ketiga subyek itu kami pilih dengan latar petani, baik yang memiliki lahan sendiri maupun lahan garapan milik negara, dengan latar persoalan yang berbeda,” ungkap siswi yang masih duduk di kelas X ini, Selasa (14/5).

Pada subyek Eko Purwanto, warga Desa Bukateja, Kecamatan Bukateja, memiliki lahan sendiri yang tak jauh dari lokasi perusahaan tambang dengan alat berat. Saat materi pasir, pasir dan batu (sirtu), dan batu di Sungai Pekacangan dirasa habis, penambangan mulai merangsek ke lahan warga. 

Pengusaha tambang mulai merayu warga pemilik lahan agar menyewakan lahannya untuk ditambang. Eko adalah salah satu warga yang menolak, karena menganggap lahannya akan rusak bila ditambang.

Berbeda dengan Supriyatin, warga Desa Penaruban, Kecamatan Bukateja, yang menggarap lahan atau tanah pekulen bersama puluhan warga lain. Sejak beberapa pekan lalu, ia kehilangan lahan garapan lantaran ada pengusaha tambang tanpa tali asih yang sesuai menambang tanahnya karena merupakan tanah sedimen. 

Meski warga sempat berdemonstrasi pada Februari 2019 lalu, namun tak mampu menghentikan penambangan. Penambangan di sepanjang Sungai Pekacangan Desa Penaruban terus menjadi konflik antara warga dengan pihak penambang hingga hari ini. 

“Kamerawan kami sempat didekati preman penambangan Desa Penaruban saat pengambilan gambar. Mereka meminta kami menghentikan proses pengambilan gambar,” ujar sutradara yang akrab disapa Anti itu.

Sementara subyek Suniah, warga Desa Lamuk, Kecamatan Kejobong, salah satu petani penggarap yang saat ini sudah kembali tenang menanam sayuran di lahan pinggir Sungai Pekacangan begitu pun dengan warga yang menambang dengan cara manual. 

Pada tahun 2017, ia bersama puluhan warga sempat kehilangan mata pencarian sejak adanya penambang pasir dengan alat berat. Hanya berlangsung setahun, setelah didemo warga, pengusaha tambang itu hengkang.

Guru pembina ekskul sinematografi, Purbandaru Adi Susila mengatakan, meski produksi dokumenter ini cukup beresiko, namun sekolah mendukung karena anak-anak juga didampingi CLC Purbalingga.

“Ini tidak hanya siswa belajar memproduksi film dokumenter, tapi juga agar siswa belajar peka dan mempunyai keberpihakan pada yang lemah,” tegas guru pengampu pelajaran Sosiologi ini. (Bowo Leksono/Fathoni)