Daerah

Pelajar SMK Produksi Film Pendek Tragedi ‘65

Sen, 29 April 2019 | 15:15 WIB

Banjarnegara, NU Online 
Pelajar di bawah fasilitasi Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga kembali memproduksi film bertema tragedi ’65. Tahun ini SMK HKTI 2 Purwareja Klampok, Kabupaten Banjarnegara.

Di bawah bendera ekstrakulikuler sinematografi Hika Production memproduksi fiksi pendek berjudul Buru yang pengambilan gambarnya dilaksanakan pada Sabtu-Ahad, 27-28 April 2019 di wilayah Kecamatan Susukan dan Purwareja Klampok.

Sutradara Supangat mengatakan, selain harus mempelajari literasi dan referensi tentang sejarah Indonesia tahun 1965, ia dan teman-temannya juga menyiapkan set film dengan latar tahun 1979. 

“Berat memang, tapi kami jadi berkesempatan belajar banyak hal, yang bahkan tidak kami pelajari di sekolah,” ujar siswa kelas X jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ).

Film Buru yang saat ini sedang masuk paskaproduksi berkisah tentang pemuda bernama Kodri. Selain dikenakan wajib lapor sepekan dua kali ke Koramil, pemuda yang sempat menjadi anggota organisasi Pemuda Rakyat, setelah bebas dan pulang dari Pulau Buru masih diawasi, dicurigai, bahkan disepelekan.

Sebelum diasingkan ke Pulau Buru, Maluku, Kodri rajin beribadah dan mengajar anak-anak mengaji. Pun setelah pulang dari Pulau Buru, bedanya, ia mengajar mengaji anak-anak di langgar sambil diawasi tentara.

Sampai akhirnya, Kodri yang hanya tinggal bersama ibunya, bertemu Daryo, teman lama sesama bekas tahanan politik di Koramil saat wajib lapor. Bahkan Daryo meminta Kodri menikahi Sri, adiknya. Kodri tak menolak tawaran Daryo setelah mendapat restu ibunya.

Meski semestinya hidup bahagia dengan Sri yang sedang mengandung, namun hidup Kodri tampak semakin berat. Bukan karena beban ekonomi, tapi kekhawatiran dan kecemasan yang terus membayangi sebagai eks-tapol. 

Menurut Taufik Setyo Pambudi, dalam memerankan tokoh Kodri, ia juga harus ikut membaca literasi yang dipelajari para kru selain menonton beberapa film pendek tema ’65 yang memang tidak banyak. “Pada dasarnya, saya senang dunia akting, makanya ketika lolos casting, saya menjadikan peran ini sebagai tantangan,” ujar pria yang pernah belajar teater saat SMA.

Produser yang juga guru pembina ekskul sinema Anggiriani Agustin Puspitasari mengatakan skenario film ini ditulis dari kisah nyata seorang mantan tapol dari Purbalingga. 

“Ketika saya tawarkan pada anak-anak, mereka antusias dan menyatakan berani memfilmkan. Ya masa saya takut? Lagi pula, sekolah juga mendukung,” tutur guru pengampu pelajaran seni tari ini.

Film yang direncanakan berdurasi 15 menit ini, dipersiapkan untuk diikutkan pada program Kompetisi Pelajar se-Banyumas Raya Festival Film Purbalingga (FFP) 2019 yang akan digelar pada 6 Juli – 3 Agustus 2019. (Red: Abdullah Alawi)