Daerah

Pemerasan Nilai Pancasila Menjadi Trisila dan Ekasila Bahayakan Bangsa

Rab, 17 Juni 2020 | 01:00 WIB

Pemerasan Nilai Pancasila Menjadi Trisila dan Ekasila Bahayakan Bangsa

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung KH Khairuddin Tahmid. (Foto: Istimewa)

Bandarlampung, NU Online
Isi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang saat ini sedang hangat dibicarakan di tengah-tengah masyarakat akan sangat membahayakan bangsa dan negara jika diterapkan dan ditetapkan menjadi undang-undang.


Di antaranya dalam RUU HIP tersebut disebutkan bahwa ada pemerasan nilai-nilai Pancasila menjadi Trisila (tiga sila) ada Ekasila (satu sila). Tentunya ini menjadi polemik yang berlawanan dengan kesepakatan bahwa Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa sudah final, tak bisa ditawar lagi.


"Kita bukan tidak setuju dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar. Itu sudah final bahwa negara kita dasarnya adalah Pancasila sebagai ideologi negara. Tetapi kalau dibuat yang namanya RUU HIP seperti yang tertuang di dalam RUU itu, itu yang kita masalahkan," kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung KH Khairuddin Tahmid, Selasa (16/6).


Oleh karenanya penolakan terhadap RUU HIP ini sudah menjadi hal yang wajar dan memang harus dipertimbangkan lagi jika akan diteruskan untuk dibahas oleh DPR. Menurutnya akan banyak kemudaratan dari pada manfaatnya jika RUU HIP ini dipaksakan untuk terus dibahas.


Langkah inilah yang memang harus dilakukan para ulama yang memiliki peran himayatul ummat (memelihara dan melindungi umat). Peran ini dilakukan dengan memberikan tausiah, memberikan fatwa-fatwa keagamaan yang dibutuhkan, dan memberikan pedoman-pedoman keagamaan.


"Agar umat tetap terjaga, sebagai warga yang beragama, dan sebagai warga negara yang baik," kata Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung ini pada Halal bi Halal virtual MUI Provinsi Lampung.


Sebagai sebuah kelembagaan, para ulama seperti di MUI juga memiliki peran sebagai Sodiqul Hukumat yakni mitra pemerintah dengan memberdayakan, mencerdaskan, dan membangun bangsa dan negara.


"Mitra yang kritis. bukan mitra yang diam saja, membeo saja kalau pemerintah misalnya DPR akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang belum sejalan dengan kepentingan umat," tegas kiai yang pernah juga menjadi Ketua PWNU Lampung ini.


Para ulama akan terus memberikan masukan dan kritik agar apa yang akan ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masyarakat. Kebijakan yang diambil pemerintah harus mengedepankan kepentingan rakyat yang sangat membutuhkan keadilan.


Peran ulama lainnya adalah khidmatul ummah yakni terus-menerus melakukan khidmah kepada umat baik melalui pendidikan agama, dakwah islamiyah, maupun peran-peran yang lainnya.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin