Daerah

Penambangan di Wadas Buntut Nyata Omnibus Law

Ahad, 9 Januari 2022 | 18:30 WIB

Penambangan di Wadas Buntut Nyata Omnibus Law

Sumber masalah kasus Wadas ada pada Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menjadi akselerasi dari Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Jakarta, NU Online

Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) bersama solidaritas untuk warga Wadas kembali melakukan aksi damai di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Purworejo dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO) Yogyakarta, Kamis (6/1/2021) lalu. 


Dalam aksi tersebut mereka menyampaikan sejumlah aspirasi di antaranya mencabut Undang-Undang Omnibus Law beserta aturan turunannya yang berdampak pada penambangan di Desa Wadas khususnya pada petani Wadas.


Hal ini diungkapkan oleh Azim Muhammad dari Gerakan Masyarakat Peduli Alam Wadas (Gempadewa). Dirinya juga melihat dalam Omnibus Law banyak perundang-undangan yang mempermudah perizinan tambang.


“Jadi pemerintah semakin semena-mena mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi pertambangan. Itu salah satu dampak yang benar-benar aku rasakan,” tutur Azim kepada NU Online, Ahad (9/1/2021).


Dampak lain, kata Azim, yakni pembaharuan Izin Penetapan Lokasi (IPL) yang meresahkan warga. “Dengan perpanjangan IPL yang seharusnya berakhir tahun kemarin (2021) akan tetapi ada pembaharuan yang keluar dari perundang-undangan. Rasanya perjuangan warga yang sudah dekat kemenangan menjadi resah karena pemerintah tidak menaati perundang-undangan yang mereka buat sendiri,” keluhnya.


Azim mengakui betapa digdayanya pemerintah dan penguasa setelah Undang-undang Omnibus Law diberlakukan. Khususnya ketika pemerintah menetapkan suatu wilayah sebagai lokasi Proyek Strategi Nasional (PSN) sejak itu masyarakat nyaris tidak dapat berbuat apa pun. 


“Kasus Wadas ini bisa menjadi contoh di mana proyek Bendungan Bener dan Penambangan di Wadas, Amdalnya dijadikan satu. Keadaan masyarakat tidak pernah dilihat, dianggap setuju dan baik-baik saja. Negara benar-benar kejam membungkam kita,” ungkapnya.


Hal senada disampaikan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, sumber masalah kasus Wadas ada pada Omnibus Law UU Cipta Kerja yang menjadi akselerasi dari Proyek Strategis Nasional (PSN). 


“PSN itu terkesan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Tapi, ujungnya adalah kepentingan investasi yang hanya menguntungkan investor asing dan pengusaha besar. Pembangunan hanya jadi kedok belaka,” ujar Asfi.

 


Manajer Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Wahyu perdana menegaskan putusan hakim PTUN yang menolak gugatan warga Desa Wadas beberapa waktu lalu adalah bukti nyata bahaya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.


Pasalnya, ia menilai putusan pengadilan pada kasus Wadas mengabaikan pertimbangan lingkungan hidup, sosial, dan perempuan. “Putusan itu manifestasi Omnibus Law yang menunjukkan karpet merah bagi investasi. Bagi kami regulasi seperti UU Cilaka adalah pengkhianatan tertinggi terhadap hak rakyat dan konstitusi,” jelas Wahyu.


Sementara itu, Kepala Divisi dan Hukum Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Muhammad Jamil berpandangan berbagai proyek strategis nasional seperti kasus Wadas mendapat payung hukum, yakni Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Proyek ini sejalan dengan UU Cipta Kerja Omnibus Law. 


Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menghitung terdapat 131 proyek strategis nasional yang bermasalah. Misalnya rencana 56 proyek pembangkit energi kotor dan berbahaya batu bara dengan total kapasitas rencana pembangkitan mencapai 13.615 megawatt. “Proyek di Wadas dan yang bermasalah harus dievaluasi dan dibatalkan,” pintanya.

 


Koordinator: Suci Amaliyah

Editor: Alhafiz Kurniawan