Daerah

Pengasuh Dayah di Bireuen Aceh: Puasa Syawal Genapkan Pahala Ramadhan

Ahad, 15 Mei 2022 | 12:00 WIB

Pengasuh Dayah di Bireuen Aceh: Puasa Syawal Genapkan Pahala Ramadhan

Ilustrasi bulan Syawal.

Bireuen, NU Online
Keberadaan Syawal merupakan bulan kesepuluh dalam penanggalan Hijriah yang dihiasi keutamaan dan keistimewaan. Sebagian ulama menganggap Syawal sebagai bulan implementasi konsep ibadah Idul Fitri yang bermakna kembali ke fitrah.


“Ramadhan telah berakhir. Kini, kita mulai memasuki Syawal. Kita dianjurkan berpuasa sunnah Syawal. Sangat banyak hikmah puasa di bulan Syawal yang menggenapkan pahala Ramadhan,” kata Pengasuh Dayah Dhiyaul Mubarak Al-Aziziyah Gampong Sawang, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen, Tgk Bahrul Walidin kepada NU Online, Sabtu (14/5/2022).


Waled Bahrul, demikian pria ini akrab disapa, mengatakan bahwa Ramadhan tahun ini sudah tidak ada lagi larangan mudik. Hendaknya kesempatan ini dipergunakan untuk melakukan silaturahmi kepada keluarga yang telah lama ditinggalkan.


Ia mengatakan, bulan Syawal juga hendaknya tidak alpa dengan puasa Syawal. Seseorang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal akan mendapatkan pahala puasa seperti  setahun penuh.


“Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits berbunyi: Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh. (HR. Muslim no. 1164),” lanjutnya.


Alumnus Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga itu mengatakan, menurut Syarah Nawawi 'ala Muslim juz 7 halaman 56 disebutkan, alasan menyamakan pahala enam hari Syawal dengan puasa setahun lamanya berdasarkan nilai pahala kebaikannya dilipatgandakan hingga 10 kali ganjaran.


“Perhitungannya adalah bulan Ramadhan 30 hari x 10 = 300 hari. Adapun enai hari di bulan Syawal menyamai dua bulan lainnya (6 x 10 = 60 hari atau 2 bulan). Jadi total 360 hari kita mendapatkan pahala puasa,” jelasnya.


Waled Bahrul menambahkan, pasca-Ramadhan bukan berarti ‘kewajiban’ selesai baik dalam bentuk sunnah terlebih perkara fardhu. Namun, hendaknya pasca Ramadhan berbagai kebaikan dan ibadah tetap harus menjadi prioritas termasuk puasa enam hari di bulan Syawal.


“Implementasi puasa Syawal juga merupakan salah satu bentuk mencintai syariat via amalan sunnah juga ini merupakan bentuk cinta kepada Allah. Orang yang mencintai Allah sudah pasti mendapatkan berbagai macam anugerah baik pahala maupun ampunan,” papar alumnus IAIA Samalanga itu.


Menurut Waled Bahrul, keberadaan Syawal yang kita isi dengan berbagai amaliah dan ibadah bisa jadi merupakan sebagai bentuk usaha untuk menutupi kekurangan ibadah di bulan Ramadhan. Terlebih orang yang uzur atau sengaja tidak berpuasa Ramadhan tanpa alasan yang dibolehkan syariat.


“Puasa di bulan Syawal laksana sunnah Rawatib dalam shalat wajib yang berfungsi menyempurnakan kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dalam shalat wajib. Tidak berlebihan jika Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, Barangsiapa yang tidak bisa mengeluarkan zakat fitrah di akhir Ramadhan, hendaknya ia puasa (sunnah) setelahnya,” ulas Waled Bahrul.


Ia berharap, kalaupun kita tidak berpuasa penuh sebulan, namun di balik puasa Syawal ada nilai plus lainnya dengan bertambah pahala ataupun kita mengqadha puasa Ramadhan orang tua yang tertinggal meskipun di sini ada khilaf pendapat ulama berkaitan dengan hal tersebut.


“Puasa Syawal merupakan bentuk pembiasaan diri untuk puasa setelah Ramadhan. Ini adalah implementasi rasa syukur kepada Allah yang menganugerahi ampunan di bulan Ramadhan. Karena tidak ada nikmat yang lebih besar daripada ampunan-Nya. Suatu saat nabi shalat malam hingga kakinya bengkak. Ketika ditanya, beliau menjawab bahwa itu sebagai rasa syukur kepada Allah Swt,” sambungnya.


Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Musthofa Asrori