Daerah

Penjelasan tentang Kriteria Waktu Utama dalam Shalat

NU Online  ·  Ahad, 7 April 2019 | 13:30 WIB

Pringsewu, NU Online
Dalam Kitab at-Taqrirot as-Sadidah fil Masa’il al-Mufidah yang ditulis oleh Syeikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaff disebutkan bahwa waktu pelaksanaan shalat wajib dibagi menjadi enam bagian. Enam bagian itu meliputi waktu utama, waktu pilihan, waktu boleh, waktu haram, waktu udzur, dan waktu darurat.

Terkait dengan waktu utama, Katib Syuriyah PCNU Kabupaten Pringsewu KH Munawir menjelaskan, jika seseorang melaksanakan shalat di dalam waktu utama maka ia akan mendapatkan keutamaan waktu shalat.

"Keutamaan ini akan didapat jika seseorang melakukan perbuatan-perbuatan pengantar shalat setelah masuk waktu, seperti menjawab azan, bersuci, memakai pakaian, menunggu jama'ah dan lain-lain," jelasnya saat memaparkan hal tersebut pada Ngaji Ahad (Jihad) Pagi di aula Kantor NU Pringsewu, Ahad, (7/4).

Terkait pelaksanaan shalat jama'ah diberbagai tempat yang tidak dilaksanakan di awal waktu, ia menegaskan hal itu tidak menjadi halangan jama'ah mendapatkan keutamaan atau fadhilah waktu shalat.

"Karena memang sudah menjadi kebiasaan dan kesepakatan masyarakat, selama para jama'ah masih bisa melakukan perbuatan-perbuatan pengantar shalat maka tetap mendapatkan keutamaan. Lebih utama shalat berjama'ah dengan jumlah jama'ah banyak tidak di awal waktu dari pada shalat awal waktu tapi shalat sendiri," terang Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Lampung ini.

Tidak mengerjakan shalat di awal waktu ini menurutnya bukan berarti melalaikan shalat. Hal ini ditujukan untuk mencari waktu tepat agar jumlah jama'ah lebih banyak. Hal ini juga yang menjadi penyebab perbedaan waktu shalat berjama'ah di berbagai tempat. Ada semisal shalat Dzuhur di berbagai tempat yang dilaksanakan jam 1 siang atau shalat Ashar jam 5 sore.

"Kalau di desa masih banyak yang seperti ini. Dan ini masih mendapatkan keutamaan waktu shalat karena masyarakat masih bisa disibukkan dengan persiapan shalat berjama'ah walaupun tidak di awal waktu," ungkapnya.

Jadi jelasnya, waktu utama untuk semua shalat wajib adalah sama yaitu sejak masuk waktu shalat tersebut hingga waktu yang diperlukan untuk melakukan perbuatan pengantar shalat.

Dengan penjelasan ini, ia mengajak umat Islam khususnya di Indonesia untuk memiliki pemahaman yang luas dalam menyikapi kondisi sosial dan budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat.

"Jangan kaku dan jangan berfikir sempit dalam memahami hukum-hukum fiqh. Jangan baru datang ke sebuah daerah, karena sudah masuk waktu shalat langsung adzan di masjid pakai speaker, iqomat dan langsung shalat," anjurnya.

Apalagi ia menambahkan bahwa shalat adalah kegiatan ibadah yang butuh ketenangan. Tidak akan maksimal ibadah shalat berjama'ah seseorang yang dilaksanakan terburu-buru.

"Shalat harus dilaksanakan dalam kondisi fisik dan jiwa yang tenang. Tidak akan khusyuk shalat dengan nafas ngos-ngosan karena berlari-lari mengejar waktu," pungkasnya. (Muhammad Faizin)