Daerah HUT KE-73 RI

Peristiwa Pembunuhan di Surau Batu Seharusnya Dibuatkan Tugu Peringatan

Jum, 17 Agustus 2018 | 08:00 WIB

Peristiwa Pembunuhan di Surau Batu Seharusnya Dibuatkan Tugu Peringatan

Armaidi Tanjung (pegang mic) (foto: istimewa)

Padang Pariaman, NU Online
Penulis buku Sejarah Perjuangan Rakyat Padang Pariaman Dalam Perang Kemerdekaan RI 1945-1950, Armaidi Tanjung mengatakan, peristiwa penembakan 40 orang di Surau Batu  merupakan penembakan yang tragis dan memilukan. 

Dalam sejarah perjuangan rakyat Padang Pariaman mempertahankan kemerdekaan RI dari serangan Belanda, peristiwa ini yang paling banyak menelan korban dalam waktu yang singkat. 

Hal itu disampaikan Armaidi Tanjung dalam rilisnya ke NU Online usai mengikuti upacara HUT Ke-73 RI di lokasi pembunuhan pejuang kemerdekaan di Surau Baru, Padang Pariaman, Jumat (17/8). 

"Jadi memang pembangunan tugu sangat penting. Tugu tersebut dapat membangkit semangat mengenang terhadap peristiwa masa lalu yang berkesan dalam sejarah," ujarnya. 

Dikatakan, saat dirinya menulis buku sejarah perjuangan rakyat Padang Pariaman tersebut, merasa kaget menemukan data adanya peristiwa Surau Batu. "Buku tersebut diterbitkan dan didanai Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman sepuluh tahun lalu, yakni tahun 2008," tutur Armaidi yang juga menulis buku sejarah Kota Pariaman.

Di arena upacara juga ditampilkan sebanyak 21 buah foto perjuangan kemerdekaaan RI yang terjadi di Sintuak dan Lubuk Alung yang dicari Rio Tampati Putra, warga korong Simpang Tigo Nagari Sintuak. Rio berhasil mendapatkan foto-foto tersebut di Museum Belanda melalui internet. Foto tersebut semakin mengharukan peserta upacara.

Menurut Armaidi Tanjung yang juga Wartawan NU Online, gencarnya perlawanan pemuda dan pejuang TRI/TNI di Sintuak Tobohgadang sekitarnya membuat Belanda kalap dan melakukan serangan membabi buta. Rakyat biasa, petani, saudagar jadi sasaran. Pagi 7 Juni 1949, satu kompi serdadu Belanda  melakukan penyisiran ke arah Barat dari Lubuak Aluang. 

"Operasi dipimpin Kapten Backer Komando Markas Teritorial Belanda yang bergerak dari tiga jurusan, yaitu dari Selatan melalui Pungguangkasiak, dari Utara melalui Pakandangan dan Kototinggi serta dari Barat melalui Bintungan Tinggi, Pauhkamba, dan Tobohgadang menewaskan puluhan orang," pungkasnya. (Red: Muiz)