Bandung, NU Online
Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kota Bandung M Zidni Nafi' baru-baru ini meluncurkan buku yang berjudul Menjadi Islam, Menjadi Indonesia. Kali ini buku tersebut dibedah oleh Dewan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Gunung Djati Bandung di aula kampus setempat, Kamis (5/4).
Menariknya, Zidni selaku penulis sengaja meminta pambanding bedah buku dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam atau Persis.
"Saya sengaja meminta panitia untuk mengundang Ketua IMM dan Ketua Persis Cabang Bandung untuk mengkritik buku saya. Tapi yang utama adalah kekompakan antarpemuda ormas Islam untuk membahas situasi terkini tentang isu Islam dan Indonesia," ungkap Zidni di hadapan puluhan peserta.
Pada kesempatan tersebut, Zidni memaparkan 4 bab isi bukunya. Tiap bab dijelaskan secara garis besar. Misalnya dalam bab satu, ia memaparkan bahwa keislaman dan keindonesiaan saat ini kembali dipertentangkan, dibenturkan, dan diadu domba oleh pihak tertentu.
"Ada propaganda dimana kelompok Islamis dianggap tidak nasionalis, kelompok yang nasionalis dituding anti Islam. Yang cinta simbol agama dianggap anti budaya, sebaliknya yang cinta budaya dituding anti simbol Islam, dan seterusnya," paparnya.
Karenanya ia mengajak peserta untuk tidak terjebak pro dan kontra. “Kita jangan terjebak pada sisi pro dan kontra suatu isu. Justru mestinya kita mengambil jarak untuk menganalisa lebih luas sebenarnya apa yang terjadi agar tidak menjadi keributan yang semakin melebar," lanjut penulis yang juga kontributor NU Online tersebut.
Ketua Hima Persis Bandung Fajrin Sidik menyoroti bahwa gagasan Islam politik sejenis khilafah dianggap hal yang wajar saja di negara demokrasi, hanya saja ia tidak setuju kalau gagasan tersebut menjadi sebuah gerakan.
"Terlepas dari sikap saya tidak setuju dengan Islam Nusantara, tapi menurut saya konsep ini sangat bagus karena menawarkan beragama yang diseleraskan dengan budaya Nusantara," singgungnya terhadap salah satu poin dalam buku yang dibedah.
Senada dengan argumen di atas, Ketua IMM Bandung Raja Sulaiman Syahid mengakui bahwa ormas NU, Muhammadiyah dan Persis memiliki peran penting bagi kemerdekaan Indonesia. Jasa-jasa para tokoh ketiga ormas ini secara nyata telah berdampak baik bagi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam.
"Di tahun politik ini tidak boleh menjual agama sebagai komoditas untuk menggalang massa demi hasrat kekuasaan. Politisasi agama nyata-nyata menodai kemuliaan agama itu sendiri," tegas Raja, mahasiswa STAI Muhammadiyah Bandung.
Masalah lain yang disinggung pada kegiatan ini antara lain kerukunan antar Ormas Islam dan agama lain, bahayanya hoaks, polemik khilafah HTI, hingga radikalisme agama di kampus. (Nasruddin/Ibnu Nawawi)