Daerah

PMII Mojokerto Tawarkan Program Kekinian untuk Mahasiswa Baru

NU Online  ·  Ahad, 30 September 2018 | 07:30 WIB

PMII Mojokerto Tawarkan Program Kekinian untuk Mahasiswa Baru

PMII Mojokerto Jatim

Mojokerto, NU Online
Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Mojokerto menawarkan program organisasi bernuasa milenial kepada mahasiswa baru di Institut Pesantren KH Abdul Chalim Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Institut Pesantren KH Abdul Chalim berada di lingkungan Pondok Pesantren Ammanatul Ummah Pacet. Di sini terdapat ribuan santri dari berbagai wilayah di Indonesia. Pesantren ini diasuh KH Asep Saifuddin Chalim atau Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama masa khidmat 2016-2021.

"PMII Mojokerto menawarkan beberapa program baru organisasi yang lebih fress dan kekinian. Di antaranya yaitu pelatihan jurnalistik untuk mengantisipasi kabar hoaks di media sosial. Karena sekarang marak sekali informasi tidak jelas di media sosial. Program lainnya yaitu sekolah administrasi, kajian ilmiah terkait isu-isu kontemporer, seminar, kopi santai, diskusi kebangsaan, dan advokasi masyarakat," jelasnya Ketua PMII Mojokerto Laudry Fathurrahman, Ahad (30/9).

Laudry menjelaskan, organisasi penting bagi setiap mahasiswa, karena di sana diajarkan sikap kepemimpinan, public speaking, dan menambah networking. PMII sudah terbukti berhasil melahirkan begitu banyak kader berkualitas hingga hari ini. Seperti KH Said Aqil Siraj, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Khofifah Indar Parawansa, dal lain-lain.

"Organisasi itu penting bagi mahasiswa, ini point utamanya. Tapi kita juga tidak ingin pengelolaan organisasi yang kuno dan stagnan. Makanya perubahan ke arah positif dan sesuai konstitusi akan terus digalakkan. Ke depan kita rencanakan program lebih keren semisal pembuatan website, editing video, dan pembuatan film," ungkapnya.

Menurutnya, pemikiran yang menganggap organisasi ekstra mengganggu kuliah harus dihilangkan dari benak mahasiswa. Hal ini supaya mahasiswa kreatif, kompetitif, dan tidak kuliah lalu pulang tanpa karya. Kehidupan apatis mahasiswa akan melahirkan generasi bangsa cuek dan masa bodoh dengan keadaan bangsa.

Sikap ini tentu sangat berbahaya bagi Indonesia sebagai negara besar dan punya tantang besar ke depan. Sebut saja tantangan persaingan perdagangan, isu SARA, benturan politik, dan terutama politisasi agama untuk kepentingan kelompok. Oleh karenanya, mahasiswa harus dilatih berpikiran terbuka dan jauh ke depan lewat organisasi.

"Kita minta dosen-dosen tidak lagi menakuti mahasiswa untuk menjauhi organisasi. Biarkan mahasiswa berproses mengembangkan pikirannya untuk pengabdian masyarakat. Karena sikap akademis saja tanpa jiwa rela berkorban untuk orang banyak hanya melahirkan ilmuan pragmatis," pungkas Laudry. (Syarif Abdurrahman/Muiz)