Daerah

Rangkul Tokoh, NU Ledokombo Jember Perangi Gerakan Radikal

Sab, 11 Januari 2020 | 02:00 WIB

Rangkul Tokoh, NU Ledokombo Jember Perangi Gerakan Radikal

Ketua MWCNU Ledokombo, Lora Miftahul Arifin Hasan (sebelah kiri) bersama pengurus yang lain dalam sebuah kegiatan Ansor belum lama ini. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online

Gerakan radikal masuk desa, bukan cuma isapan jempol. Bahkan di sebuah desa terpecil di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, bibit-bibit gerakan radikal mulai menyusup, dan diam-diam membaur dengan kegiatan masyarakat. Karena itu, hal tersebut harus direspon secara serius agar tidak semakin mejadi-jadi.

 

“Semua elemen harus bersatu untuk menghambat laju gerakan radikal itu,” ujar Ketua Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Ledokombo, Lora Miftahul Arifin Hasan kepada NU Online di kediamannya, kompleks Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Desa Suren, Kecamatan Ledokoombo, Jumat (10/1).

 

Menurut Ra Mif –sapaan akrabnya-- cara kelompok radikal menanam bibitnya di desa ataupun daerah tertentu adalah ‘menanam’ tokoh setempat yang memang sudah didoktrin dengan ideologi mereka. Atau mendatangkan tokoh lain di luar masyarakat, yang sudah punya ‘kemampuan’ di atas rata-rata. Biasanya dengan cepat dia punya pengikut di situ, selain pengikut impor juga.

 

“Mereka wajib kita waspadai karena merupakan musuh bersama. Mereka memang masih diam karena komunitasnya masih kecil, tapi kalau sudah besar, susah kita. Percayalah mereka akan berulah jika sudah besar,” jelasnya.

 

Cucu pengarag Shalawat Nahdliyah itu menambahkan, selain bersinergi dengan tokoh masyarakat dan pengasuh pesantren dalam memberantas gerakan radikal, pihaknya juga memfasilitasi perubahan OSIS menjadi IPNU-IPPNU di sejumlah sekolah di lingkungan Kecamatan Ledokombo. Dengan perubahan itu, tentu pola pembinaan pelajar dengan doktrin Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) lebih mudah dan massif.

 

“Kami selalu mencari cara agar bagaimana gerakan radikal tidak tumbuh di daerah kami. Salah satu caranya adalah mendidik pelajar dengan Aswaja,” terangnya.

 

Dikatakan Ra Mif, hingga saat ini sudah ada 18 lembaga SMP dan SLTA yang menyatakan siap untuk mengganti OSIS dengan IPNU-IPPNU. Sebelas lembaga diantaranya adalah SMP/sederajat. Sisanya adalah SMA/sederajat.

 

“Target kita semua sekolah bisa mengganti OSIS dengan IPNU-IPPNU, tapi kita pelan-pelan. Semoga bisa,” ungkapnya.

 

Ra Mif berharap, dengan perubahan itu siswa di lembaga bersangkutan bisa lebih intens dalam mengenal dan memahami Aswaja, yang salah satu prinsipnya adalah menjunjung tinggi toleransi.

 

“Paling tidak mereka paham bahwa agama itu melarang kekerasan, tidak suka menyalahkan amaliah orang lain dan sebabagainya,” pungkasnya.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi