Daerah

Ratusan Pelajar SMA 1 Bumiayu Brebes Dikenalkan Tasawuf

NU Online  ·  Jumat, 29 Maret 2019 | 14:00 WIB

Ratusan Pelajar SMA 1 Bumiayu Brebes Dikenalkan Tasawuf

Gubernur Jateng saat berada di SMA 1 Bumiayu Brebes. (dok.satelitpos)

Brebes, NU Online
Dengan menempati gedung majlis taklim Kanzul Ilmi Center, ratusan siswa SMA Negeri 1 Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah mengikuti kegiatan Cafe Aswaja Millenial. Acara yang digagas KH Ahmad Najib Affandi ini menyasar para millenial yakni kalangan pelajar. Dengan mengusung tema Tasawuf Kaum Millenial, kegiatan diikuti siswa dan siswi kelas 10 dan 11 sekolah setempat.

Tema ini diangkat setelah Jumat sebelumnya mengangkat tema Hijrah Millenial dalam Perspektif Aswaja. Acara Cafe Aswaja merupakan salah satu kegiatan yang menjadi primadona dari majlis taklim Kanzul Ilmi Center yang bertempat di Jalan Raya Talok Bumiayu. Rangkaian kegiatan lain yang rutin dilaksanakan adalah pengajian yang mengusung tema tentang tafsir, fiqih, aqidah Aswaja, dan akhlak.  

Menurut KH Ahmad Najib Affandi, pengertian tasawuf dari dahulu hingga sekarang mempunyai banyak makna. Hal ini sesuai dengan pendapat para ulama bahwa apapun terminologi tentang tasawuf adalah benar. “Karena sebenarnya yang terpenting adalah bukan pengertiannya saja, namun lebih kepada pemaknaan kata tasawuf itu, yakni tentang apapun yang berhubungan dengan penyucian hati dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah Taala,” katanya. 

Tema tasawuf diangkat karena semakin jauhnya orang mempelajari dan mengamalkan kehidupan para sufi. “Hidup di zaman hedonisme sekarang ini banyak orang yang sudah melupakan nilai kemanusiaannya sehingga dengan mudah merendahkan dan menghina orang lain bahkan hingga berani mengafirkan pihak lain,” ulasnya. 

Padahal kalau manusia zaman sekarang memahami tasawuf secara benar, maka tidak akan berani melakukan hal yang akan merendahkan nilai kemanusian. “Dengan arti bahwa yang dilakukan akan selalu memanusian manusia,” jelasnya. 

Jangankan merendahkan dan menyakiti orang lain, menyakiti dan mengganggu makhluk lainpun tidak akan berani. “Hal ini didasari pada kedekatan kepada Allah Yang Maha Menciptakan,” ungkapnya. Hingga yang bersangkutan juga akan menyayangi makhluk lain sebagai makhluk ciptaan Allah. Hal ini karena sangat mengenal Allah sebagai pencipta, lanjutnya. 

Demikian juga saat mengalami berbagai problem dalam hidup, seperti kesulitan dalam hal ekonomi atau saat kesulitan belajar dalam menuntut ilmu. “Yang bersangkutan akan senantiasa mengadunya hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain,” katanya di hadapan peserta kajian. 

Dalam pandangannya, inilah yang menjadi salah satu tujuan mengenal tasawuf. “Yakni agar senantiasa ingat dan dekat terus kepada Allah, dalam segala hal,” jelasnya. Sedangkan secara sosial, fungsi tasawuf adalah memanusiakan manusia atau insaniyatun insan, lanjutnya. 

Kiai Najib Affandi juga menjelaskan tentang sifat wirai yang menjadi salah satu ujung tombak sifat para sufi. “Sufi adalah meninggalkan sesuatu yang masih boleh dilakukan menurut hukum, karena takut akan membawa efek negatif secara sosial,” katanya. 

Dirinya memberikan contoh makan sambil berdiri. “Kalau itu dilakukan masyarakat umum, maka tidak berdampak apa-apa. Tapi akan berdampak jika hal itu dilakukan oleh seorang kiai atau ulama,” ungkapnya. 

Menurutnya, makan berdiri akan membawa dampak secara sosial jika masyarakat melihat seorang ulama melakukannya. “Dan jika seorang ulama menghindari makan sambil berdiri, itu artinya telah memiliki sifat wirai,” tandasnya. 

Pentingnya memiliki sifat wirai adalah seperti disampaikan Sayyidina Ali bin Abi Thalib bahwa satu gram sifat wirai lebih baik
dari seribu gram ibadah shalat atau puasa. “Maknanya adalah saat ibadah hendaknya didasari dengan sifat wirai karena sifat ini akan menambah bobot ibadah,” urainya. 

Dalam tatanan global jika dunia ini tanpa sifat wirai, maka yang akan terjadi adalah kehidupan tanpa keadilan, penuh keserakahan, banyak bencana, korupsi dan sebagainya. Demikian yang disampaikan Yahya bin Muadz. “Bahwa orang yang tidak pernah menganggap penting sifat wirai tidak akan pernah menemukan besarnya pemberian Allah kepada dirinya. Hingga yang terjadi akan selalu merasa kurang. Dan inilah yang menjadi tujuan utama mempelajari tasawuf,” pungkasnya.

Cafe Aswaja Millenial keempat yang berlangsung selama kurang lebih dua jam itu diakhiri sesi tanya jawab. Sejumlah peserta mengajukan berbagai macam pertanyaan terkait tema tasawuf. Acara pun dipungkasi dengan doa. (Lili Hidayati/Ibnu Nawawi)