Daerah

Santri Lintang Songo dan Mahasiswa UNU Yogyakarta Kembangkan Kolam Berteknologi Industri 4.0 

Jum, 8 November 2019 | 00:00 WIB

Santri Lintang Songo dan Mahasiswa UNU Yogyakarta Kembangkan Kolam Berteknologi Industri 4.0 

UNU Yogyakarta dan santri Lintang Songo kembangkan kolam ikan dengan pendekatakan teknologi (Foto: Bambang Ariyanto)

Yogyakarta, NU Online
Berbekal niat untuk meningkatkan perekonomian jamaah NU, Pondok Pesantren Lintang Songo bersama Mahasiswa UNU Yogyakarta berhasil membangun kolam ikan industrial. Kolam ini menggunakan teknologi IoT (Internet of Things) dan AI (Artificial Intelligence).
 
Pengasuh Pondok Pesantren Lintang Songo, Kiai Heri Kuswanto mengatakan langkah tersebut dilakukan pasalnya saat initeknologi pertanian semakin maju, sehingga warga NU tidak boleh ketinggalan. Majunya teknologi harus berguna untuk kemaslahatan jamaah.
 
"Dengan hadirnya kolam ikan berteknologi tinggi ini maka waktu panen, pertumbuhan bobot ikan harian, survival rate, dan efisiensi pakan menjadi daging dapat dioptimalkan menggunakan smart online controller," harapnya.
 
Koordinator pembangunan kolam, Fauzi Ahmad, menyatakan bahwa kolam yang dibangun bersama para mahasiswanya dan para santri di Lintang Songo mampu menampung ikan nila merah dengan kepadatan hingga 40 kg/m3. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata kolam milik petani ikan konvensional yang hanya mampu menampung ikan dengan kepadatan maksimal 3 kg/m3.
 
"Kolam petani ikan konvensional biasanya hanya mampu menampung ikan dengan kepadatan 2-3 kg/m3, sementara  dengan teknologi lanjutan yang dikembangkan di Lintang Songo Garden ini, kolam mampu menampung ikan (nila merah) dengan kepadatan hingga 40 kg/m3 dan dengan FCR (Feed Conversion Ratio), ADG (Average Daily Gain), dan SR (Survival Rate) yang ekonomis," ungkap Fauzi.
 
Diakui bahwa kolam tersebut merupakan hasil penelitian lanjutan dari desain kolam sebelumnya. Menurut Fauzi, desain kolam ikan sebelumnya yang dibangun menggunakan teknologi RAS (Recirculated Aquaculture System) mampu mencapai kepadatan 23,7 kg/m3.
 
Teknoogi yang diterapkan, kata dia adalah hasil penelitian lanjutan. Teknologi kolam pada penelitian sebelumnya hanya mampu mencapai kepadatan 23,7 kg/m3 menggunakan sistem RAS.
 
"Di Lintang Songo ini kami menggabungkan teknologi aquaculture RAS bersamaan dengan teknologi biofloc untuk meningkatkan biosekuriti, menekan tingkat kematian akibat racun amonia dan nitrit terlarut yang sekaligus memperkuat konsentrasi pakan alami, meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (DO) untuk mendukung kehidupan ikan dan BOD (Biological Oxygen Demand) pembentuk floc," urainya.
 
Selain itu, teknologi tesebut mampu menjaga kestabilan suhu dan pH air, serta memperkuat mekanisme evakuasi gas pengotor terlarut melalui proses resirkulasi yang semuanya akan terkendali melalui prosesor kolam. Untuk memudahkannya, prosesor terhubung secara real-time selama 24-jam ke server yang didesain oleh para mahasiswa melalui jaringan insfrastruktur Industri 4.0.
 
Disinggung mengenai peluang pengembangan ke pesantren lain, Moh Taqiyuddin selaku koordinator kelompok pengabdian Mahasiswa UNU Yogyakarta menyatakan bahwa hal itu sangat mungkin untuk dilakukan.
 
Teknologi yang diterapkan, kata dia, memang sejak awal dirancang bersama Pondok Pesantren Lintang Songo untuk diwakafkan ke pondok pesantren lain, jamaah, dan seluruh entitas NU. "Karena itu, di sini kami berusaha menyederhanakan desain kolam dan kontroler IoT-nya sesimpel dan sepraktis mungkin agar mudah diimplementasikan di lapangan. Ini dari kami para generasi muda untuk kemajuan NU," ujar Taqi.

Namun demikian Taqi juga menjelaskan bahwa teknologi kolam tersebut belum akan disebarluaskan ke publik dalam jangka waktu dekat sampai sertifikasi dari pemerintah benar-benar berhasil didapatkan. Menurutnya, untuk saat ini kolam tersebut hanya dapat dibangun di kalangan internal NU saja, baik melalui berbagai pesantren maupun entitas resmi NU lainnya.
 
"Hanya untuk kalangan (NU) sendiri dan opensource sepenuhnya di jamaah NU, begitu istilah kerennya," ungkap Taqi.
 
Taqi mengakui bahwa masih terdapat jalan panjang yang harus ditempuh agar teknologi ini benar-benar bisa sampai ke level publik, terutama berhubungan dengan dana penelitian dan sertifikasi produk.
 
"Walau saat ini kami masih terbentur dengan banyak hal, namun kami akan tetap mengembangkan teknologi lanjutan demi kemajuan NU. Kami selalu terbuka atas tawaran pengembangan agroteknologi berbasis Industri 4.0 dan kami siap bekerjasama dengan segala pihak untuk mendukung berkembangnya (seluruh entitas) NU di Indonesia," pungkasnya.
 
 
Kontributor: Bambang Arianto
Editor: Kendi Setiawan