Daerah

Sejumlah Dosen Muda di UIN Yogyakarta Gelar Kajian Reboan

Jum, 14 Februari 2020 | 01:30 WIB

Sejumlah Dosen Muda di UIN Yogyakarta Gelar Kajian Reboan

Dosen muda FDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar Kajian Reboan. (Foto: NU Online)

Yogyakarta, NU Online
Sejumlah dosen muda Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mempunyai kegiatan rutinan setiap pekan. Rutinan dinamakan Kajian Reboan karena kegiatan ini dilaksanakan di setiap hari Rabu siang menjelang waktu dluhur. 
 
“Kegiatan ini bermula dari diskusi ringan di mushala Fakultas Dakwah dan  Komunikasi UIN Sunan Kaljaga yang diinisiasi oleh dosen-dosen muda,” kata Muhammad Irfai Muslim kepada media ini, Jumat (14/2).
 
Dosen FDK UIN Sunan Kalijaga tersebut menjelaskan bahwa awalnya kegiatan dilakukan lantaran keinginan sejumlah dosen baru di lingkungan fakultas tersebut untuk menambah wawasan keislaman. 
 
“Ide ini awalnya untuk persiapan dalam menghadapi pendidikan dan pelatihan dasar atau Diklatsar Calon Pegawai Negeri Sipil di Semarang,” ungkapnya. Namun, setelah Diklatsar sudah selesai, rutinitas ini terus berjalan setiap Rabu, lanjutnya. 
 
Tujuannya tetap untuk menambah wawasan keislaman dosen-dosen muda CPNS di lingkungan fakultas, ditambah sebagai sarana untuk memperkuat silaturahim di antara para dosen muda.
 
“Kajian Reboan ini sebetulnya kegiatan diskusi sederhana dengan bermodalkan satu kitab kuning bergenre fiqh,” jelasnya. 
 
Kitab kuning yang dibaca yaitu Taqrib karangan Syekh Abi Syuja', sebagai kitab pengiringnya dibaca juga Tadzhib karya Syekh Mustofa Dib al-Bugho. 
 
“Kitab Tadzhib ini dibaca tidak lain untuk memperkuat dalil-dalil ibadah yang selama ini menjadi tradisi di masyarakat. Selain itu juga untuk mempertajam dan menegaskan, bahwa praktik keagamaan yang selama ini kita laksanakan ada dasarnya yang telah disarikan oleh para ulama dari hadits-hadits melalui kitab kuning atau kutubutturats,” urai khadim Ma'had Asrarur Rafiah, Babakan Ciwaringin Cirebon tersebut.
 
Kegiatan juga terinspirasi dari kajian kitab Taqrib yang diselenggarakan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) yang ada di Institut Pertanian Bogor (IPB). 
 
“Saat itu saya masih menjadi mahasiswa pascasarjana IPB. Menariknya, kegiatan yang diselenggarakan KMNU IPB itu banyak diminati mahasiswa, walaupun kampus tersebut banyak pula mahasiswanya yang berafiliasi kanan,” ungkapnya. 
 
Dijelaskannya, ada cerita menarik dari diskusi Kajian Reboan. Saat itu temanya mengenai pembagian air yang boleh digunakan untuk bersuci. Ada pertanyaan muncul tentang tayamum. 
 
“Kira-kira pertanyaannya seperti ini. Bolehkah kita bertayamum menggunakan pasir atau debu di pantai? Sontak pertanyaan itu sangat mengagetkan. Bagaimana tidak mengagetkan, air laut begitu berlimpah kok ya tayamum,” kenangnya. 
 
Akhirnya, setelah pertanyaan itu dijawab, si penanya mengangguk menunjukkan bahwa dia sudah puas dengan penjabaran yang diberikan.
 
Dirinya berharap, gerakan menghidupkan keilmuan pesantren di kampus ini bisa menjadi benteng kecil dalam upaya menangkal gerakan ideologi kanan maupun kiri. 
 
“Serta sedikit memberikan pemahaman yang notabenenya bukan dari kalangan pesantren bahwa ngaji kitab kuning itu nikmat,” pungkasnya.
 
 
Editor: Ibnu Nawawi