Daerah

Sejumlah Pemuda di Sumenep Dirikan Sekolah Khusus Orang Tua

NU Online  ·  Kamis, 4 Oktober 2018 | 02:00 WIB

Sejumlah Pemuda di Sumenep Dirikan Sekolah Khusus Orang Tua

Suasana sekolah khusus orang tua di rumah warga.

Sumenep, NU Online
Angka buta aksara di Jawa Timur masih tinggi, termasuk di Kabupaten Sumenep. Pada rilis terakhir disebutkan bahwa setidaknya ada 57.505 orang yang tidak bisa membaca dan menulis, juga berhitung.

Tingginya masyarakat  yang tidak bisa membaca dan menulis tersebut menjadi peluang bagi para generasi muda Nahdlatul Ulama. Mereka bisa mengabdikan diri dengan memberi pemahaman kepada warga akan pentingnya kemampuan membaca, menulis, hingga berhitung.

Hal itu pula yang dilakukan sejumlah anak muda NU di Desa Batuputih Kenek, Kecamatan Batuputih. Mereka memberikan pendampingan kepada penduduk buta aksara dengan memanfaatkan rumah warga sekitar.

"Memang benar, kegiatan dilakukan kami sebagai anak muda NU kultural yang setiap malam dengan secara bergilir mendatangi dari satu tempat ke tempat yang lain," kata Misno di kawasan Kotte, Batuputih, Rabu (3/10) malam.

Pria yang dipercaya sebagai koordinator kegiatan pemberantasan buta aksara tersebut mengemukakan bahwa ada sejumlah pemuda yang rela mengabdikan diri di masyarakat. “Mereka setiap malam berkeliling ke beberapa dusun seperti Panjeran, Kotte, dan Panduk Deje,” jelasnya.

Model pembelajaran dilakukan layaknya kegiatan perkumpulan kampung. “Proses belajar membaca dan menulis hingga berhitung dimulai sejak jam lima sore hingga tujuh malam di rumah warga,” ungkapnya.

Kegiatan juga melibatkan relawan dari anak muda NU. “Setiap malam kami secara bergilir mendatangi rumah warga demi mengajari mereka membaca dan menulis,” paparnya. 

Dan ternyata apa yang digagas serta dilakukan secara rutin sejumlah anak muda ini mendapat tanggapan baik dari masyarakat. “Hal tersebut dibuktikan dengan kian banyaknya peserta yang turut bergabung di setiap pertemuan dari waktu ke waktu,” katanya.

Hanafi, salah seorang pegiat menamakan kegiatan ini dengan sekolah khusus orang tua. "Sengaja kami menyebutkah sekolah khusus orang tua karena bersifat pengabdian dan berbeda dengan KF atau Keaksaraan Fungsional," ungkapnya. 

Sebab, keberadaan KF lebih menekankan kepada pemberian keterampilan dan juga alat untuk usaha. "Sehingga kurang memperhatikan kemampuan membaca dan menulis peserta," ungkapnya.

Sahab yang juga sebagai peserta sekolah khusus orang tua sangat terbantu dengan ikhtiar sejumlah anak muda ini. “Karena yang ditekankan adalah peserta bisa membaca dan menulis,” tandasnya. (Ibnu Nawawi)