Daerah IDUL ADHA 2022

Semua Orang Siap Berbeda, yang Sulit Menerima Perbedaan

Sen, 11 Juli 2022 | 23:30 WIB

Semua Orang Siap Berbeda, yang Sulit Menerima Perbedaan

Ketua LDNU Provinsi Lampung KH Bukhori Muslim. (Foto: Istimewa)

Bandarlampung, NU Online
Perbedaan adalah sunnatullah. Mulai dari perbedaan bahasa, budaya, sampai dengan perbedaan pemahaman agama. Perbedaan ini juga sudah ditegaskan dalam firman-firman-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an.


Perbedaan ini bila dikelola dengan baik akan mampu mewujudkan harmoni dalam kehidupan di tengah masyarakat. Namun, sebaliknya akan menjadi bencana jika tidak bisa dikelola dengan baik.


Dengan sudah menjadi ketentuan dari Allah yang tidak bisa dielakkan, maka semua orang mau tidak mau harus siap untuk hidup dalam perbedaan. Namun, yang tersulit dari kondisi itu adalah menerima perbedaan itu sendiri. Salah satu dari contoh tidak bisa menerima perbedaan adalah menilai pendapat orang lain salah.


“Semua orang siap berbeda. Namun, yang sulit dan berat adalah menerima perbedaan,” ungkap Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Provinsi Lampung KH Bukhori Muslim di Bandarlampung, Senin (11/7/2022).


Ia memberi contoh kala perbedaan terjadi dalam penentuan 1 Dzulhijjah 1443 H yang mengakibatkan perbedaan hari perayaan Idul Adha di Indonesia. Nyatanya di tengah masyarakat tidak terjadi gesekan fisik akibat perbedaan ini yang mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Ini menunjukkan masyarakat siap untuk berbeda.


Namun, ia mengamati ada masyarakat yang masih belum bisa menerima perbedaan tersebut dan terungkap di media sosial. Ia melihat masih ada yang merasa paling benar dengan menilai yang lain salah.


“Ada yang dengan bangganya menunjukkan prinsipnya berlebaran di hari A dan menilai yang lebaran di hari B tidak benar,” ungkap Kiai Bukhori.


Hal-hal seperti ini yang pelan-pelan harus dihilangkan dari pola pikir masyarakat. Perbedaan yang terjadi pada penentuan lebaran pada tahun 1443 H di Indonesia ini menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung ini harus mampu diambil hikmahnya. Di antara hikmahnya adalah bisa semakin mendewasakan masyarakat dengan menerima perbedaan.


Perbedaan tersebut, kata dia, karena memang cara menentukan awal bulan memiliki perbedaan mekanisme dan metode. Ada yang hanya menggunakan metode hisab dan ada yang menggunakan hisab dikuatkan dengan rukyah.


Oleh karenanya, lanjut Kiai Bukhori, dimulai dari para tokoh dan ulamanya sendiri harus memberi contoh kedewasaan kepada masyarakat dalam menyikapi perbedaan.


Untuk bisa menerima perbedaan ini, masyarakat harus terus belajar, bukan hanya dengan modal semangat dalam beragama saja. Ini fenomena yang mulai muncul di masyarakat di mana semangat beragama tinggi namun tidak diimbangi kompetensi pemahaman ilmu agama.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori