Siswi SMP NU Nawakartika Kudus Cintai Geguritan
NU Online · Rabu, 12 Februari 2014 | 16:01 WIB
Kudus, NU Online
Minat terhadap geguritan, salah satu tradisi lisan berbahasa Jawa, menurun di kalangan generasi muda. Namun, tak demikian yang terjadi di SMP NU Nawakartika Kudus, Jawa Tengah. Dua peserta didiknya sukses menjuarai lomba geguritan tingkat SMP/MTs se-Ekskarisidenan Pati.
<>
Kedua siswa tersebut adalah Drifarrosa Aisy Aufanuha (14) yang berhasil meraih juara pertama, disusul rekannya, Dwi Siska Ariani (14), yang memperoleh juara ketiga.
Mereka mengaku antusias dan bangga mengikuti perlombaan yang diselenggarakan UKM Forum Mahasiswa Islam Universitas Muria Kudus, Sabtu (8/2) lalu itu. Lomba ini digelar untuk melestarikan budaya Jawa dan menjadi salah satu rangkaian acara dalam perayaan Festival Maulid.
Sebagaimana puisi, tak banyak orang piawai membaca geguritan. Terlebih pembaca harus mengucapkan logat Jawa dengan jelas dengan intonasi yang tak kalah susah. Ini pula yang dirasakan Siska. Apalagi, di sekolahnya tak terdapat kegiatan ekstra-kurikuler yang fokus mempelajari geguritan, bahasa Jawa, atau budaya Jawa secara umum.
"Membaca geguritan lebih susah dari membaca puisi bahasa Indonesia. Soalnya membaca geguritan itu seperti seorang dalang yang sedang bernarasi. Dari beberapa kali latihan, saya harus mengulang terus-menerus. Ya, memang butuh kesabaran ekstra buat belajar geguritan," ungkap Siska.
Menurutnya, dengan belajar geguritan ia bisa mempelajari budaya asli Jawa yang ia cintai. "Sangat asyik mempelajari budaya nenek moyang kita. Daripada mempelajari budaya Barat yang katanya gaul itu, yang bagi saya tidak ada makna lebih di dalamnya. Beda dengan budaya Jawa," paparnya.
Siska pun menaruh harap geguritan bisa tetap lestari. Ia ingin agar budaya yang satu ini bisa selalu ada di tengah-tengah masyarakat dan berkembang lebih luas lagi.
"Saya ingin teman-teman, terutama yang memang asli orang Jawa bisa melestarikan geguritan. Karena geguritan merupakan budaya asli dari Tanah Jawa yang sarat akan makna. Jika orang Jawa bisa melestarikannya, terus kita bagikan ilmu dan pengalaman geguritan kita pada orang lain," tutur Siska.
Senada dengan rekannya, Drifarrosa Aisy Aufanuha juga berharap demikian. Menurutnya, geguritan perlu lebih banyak lagi disosialisasikan karena masih banyak temannya yang belum mengerti tentang geguritan.
"Masih banyak siswa yang tak mengerti apa geguritan itu. Hal ini terlihat dari cara mereka membaca dan menginterpretasikan isi geguritan tersebut. Jadi saya harap ke depannya ada sosialisasi dan pengajaran masalah geguritan ini," kata Ocha, sapaan akrab Drifarrosa Aisy Aufanuha. (Istachiyah/Mahbib)
Terpopuler
1
Tanggapan Rais Syuriyah PCNU Pemalang atas Bentrok FPI dengan PWI-LS
2
Ini Doa Memasuki Bulan Shafar, Lengkap dengan Transliterasi dan Terjemahnya
3
Mustasyar PBNU Serukan Pentingnya Nahdliyin Jaga Pemahaman Islam Moderat di Masyarakat
4
PBNU Akan Luncurkan Penulisan Sejarah NU Jilid Pertama pada Peringatan Satu Abad Masehi 31 Januari 2026
5
Salah Kaprah Memaknai Uang Haram sebagai Rezeki
6
RMINU Jabar Dorong Pemprov Tindak Lanjuti Evaluasi Hibah Pesantren
Terkini
Lihat Semua