Daerah

Syair Ramadhan KH Fuad Hasyim Buntet

NU Online  ·  Sabtu, 19 Mei 2018 | 11:45 WIB

Syair Ramadhan KH Fuad Hasyim Buntet

Almarhum KH Fuad Hasyim Buntet

Ramadhan merupakan bulan mulia. Kemuliaannya ini disebabkan banyak faktor, seperti turunnya Al-Qur'an pada tanggal 17 Ramadhan, adanya lailatul qadar yang tidak diketahui persis kapan tibanya, dan sebagainya.

Selain itu, ada ibadah wajib yang hanya dilakukan di bulan ini, yakni puasa. Menahan diri (imsak) dari perkara yang membatalkannya, seperti makan, minum, dan berhubungan intim, sejak terbitnya fajar (sekitar 10 menit sebelum Subuh) hingga terbenamnya matahari secara keseluruhan.

Puasa ini menjadi momen penting bagi Muslim. Secara sosial, puasa dapat memberikan pengalaman penderitaan orang miskin dan fakir dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang tak bisa memenuhi kebutuhan makan sehari tiga kali layaknya khalayak.

Tentu ini berefek pada timbulnya sikap belas kasih terhadap sesama. KH Fuad Hasyim Buntet Pesantren (Rais PBNU 1989-2004) merekam hal ini dalam syair yang ia buat dengan judul Ramadhan Suci:

Sawangen wong fakir lan wong miskin
Suwe bli mangan terus prihatin
Coba rasakena susah kemponge
Supaya cukul melas lan sayange

Lihatlah orang fakir lan orang miskin
Lama tak makan terus prihatin
Coba rasakan susah laparnya
Supaya tumbuh kasih dan sayangnya

Melalui lagunya, Kiai Fuad mengingatkan agar dalam puasa Ramadhan, muslim harus betul-betul menghayati. Betapa orang fakir dan miskin menahan lapar dan dahaga ini tidak hanya pada bulan Ramadhan, melainkan berbilang bulan, bahkan tahun, atau mungkin sepanjang hidupnya. Lapar dan dahaga yang diderita saat puasa selama satu bulan belum seberapa dibanding mereka yang menjalaninya bertahun-tahun itu.

Oleh karena itu, kiai yang dikenal sebagai singa podium itu juga lewat lagunya mengajak untuk shalat tarawih dan melakukan ibadah sunah lainnya. Selain itu, ia juga meminta agar muslim meninggalkan nafsu dan kemarahan. Tak terlewat, pembicaraan juga, kata Kiai Fuad mesti dijaga. Hal ini semua tertuang dalam satu bait lagunya berikut:

Ayu sembahyang traweh lan sunnah
Tinggalen nafsu angkara murka
Tingkah lan ngomong sing ngati-ati
Mempenga luruh ridhane Ilahi

Ayo shalat tarawih dan sunah
Tinggalkan nafsu angkara murka
Laku dan bicara harus hati-hati
Berjalanlah lurus mencari ridha Ilahi

Jika manusia tidak mampu menjalani puasa, Kiai Fuad tak segan menyebut orang tersebut kalah dari ayam. Sebab, ayam mampu menahan diri tak keluar dari sarangnya untuk mengerami telur-telurnya. Setidaknya, ayam menghabiskan waktu sekitar 21 hari berpuasa dan tak berpindah tempat hingga anak-anaknya keluar dari telur tersebut.

Delengen ayam selawase anggrem
Sanggup puasa sanggup bli merem
Masa manusa makhluk kang mulia
Kalah ning ayam makhluk sederhana

Lihatlah ayam begitu lamanya mengeram
Sanggup puasa sanggup tidak merem
Masak manusia makhluk yang mulia
Kalah dari ayam makhluk sederhana

Oleh karena itu, pantaslah jika orang yang mampu melewati proses beramadhan dalam sebulan dengan baik akan diganjar dengan kembali suci, bak kertas putih yang belum tersentuh mata pena. 'Dengan baik' berarti sebulan penuh tersebut, seseorang mampu menahan nafsu makan, minum, hingga birahi, dan perilaku buruk lainnya.

Mulane wong kang gelem puasa
Nahan nafsu lan penggawe ala
Dibalekaken ning fitroh kang suci
Zakat fitrah lan bungah idul fitri

Makanya orang yang mau puasa
Menahan nafsu dan perilaku buruk
Dikembalikan ke fitrah yang suci
Zakat fitrah dan bahagia idul fitri

Lagu ini dinyanyikan oleh adiknya, Nyai Hj Aan Muzayyanah saat ia masih muda dulu. Ia bersama rekan-rekan grup kasidahnya, Sakhraratul Wadi, berangkat ke Jakarta pada tahun 1977 untuk melakukan rekaman di Dian Record. Hal ini diungkapkan oleh salah satu anggotanya, yakni Nyai Hj Muniroh. (Syakir NF/Fathoni)