Jember, NU Online
Kalimat yang paling sering didengar ketika umat Islam merayakan Idul Fitri adalah kembali ke fitrah. Yaitu manusia yang berpuasa kembali kepada kondisi asal, suci. Namun bagaimana caranya untuk memelihara fitrah itu agar tetap lestari dalam diri manusia? Ketua PCNU Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin menyebut tiga hal untuk menjaga fitrah tersebut. Yaitu mengokohkan ketauhidan, menguatkan komitmen ubudiyah, dan memelihara akhlaq yang terpuji.
Pertama, mengokohkan ketauhidan. Menurutnya, Ramadhan adalah momentum yang sangat efektif untuk mengokohkan keimanan manusia dan mengembalikannya kepada fitrah. Sebab, Ramadhan memang disiapkan oleh Allah untuk mendidik jiwa-jiwa yang menjauhi-Nya untuk kembali kepada-Nya, mendidik jiwa-jiwa yang berlumur dosa untuk datang memohon ampunan kepada-Nya, dan mendidik jiwa-jiwa yang lalai dari ibadahnya untuk bersimpuh bersujud dan mengikhlaskan pengabdiannya.
“Dengan kekuatan tauhid, orang yang kaya akan menjaga fitrah dirinya sehingga tidak sombong dan angkuh. Demikian pula orang miskin akan tegar mengarungi ujian hidupnya dan tidak berputus asa,” ujarnya saat menjadi khotib shalat Idul Fitri di Masjid Jamik Al-Baitul Amin, Jember, Jawa Timur, Rabu (5/6).
Kedua, menguatkan komitmen ubudiyah. Fitrah kehambaan menuntut setiap muslim untuk membuktikan komitmen ibadahnya. Dia dituntut tidak hanya bersungguh-sungguh menunaikan semua ibadah fardhu, tapi juga ibadah-ibadah sunnah. Ia berpuasa wajib dan melengkapinya dengan puasa-puasa sunnah. Mengeluarkan zakat dan menyempurnakannya dengan infak dan sedekah. Ia melaksanakan haji ke Baitullah dan menyempurnakannya dengan umrah.
“Dengan menjaga konsistensi ibadah dan menegakkannya secara sempurna, seorang muslim akan terpelihara fitrah kesuciannya,” jelasnya.
Ketiga, memelihara akhlaq yang terpuji. Gus ‘Aab, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa cara lain memaknai pemeliharaan fitrah adalah dengan menjaga akhlaq yang terpuji seperti amanah, jujur, sabar dan syukur. Apabila seseorang memiliki sifat-sifat tersebut, maka ia akan merasakan ketenangan dalam hidupnya.
“Ia tidak perlu merasa khawatir sebagaimana khawatirnya orang yang suka berkhianat, karena takut terbongkar pengkhianatannya, atau seperti pendusta yang takut terbongkar kebohongannya,” ulasnya. (Aryudi AR). .
Terpopuler
1
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
2
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
3
PBNU Buka Suara Atas Tudingan Terima Aliran Dana dari Perusahaan Tambang di Raja Ampat
4
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
5
Israel Serang Militer dan Nuklir Iran, Ketum PBNU: Ada Kegagalan Sistem Tata Internasional
6
Presiden Pezeshkian: Iran akan Membuat Israel Menyesali Kebodohannya
Terkini
Lihat Semua