Daerah

Untuk Apa Diadakan Kenduri Lebaran Ketupat?

Kam, 14 Juli 2016 | 20:01 WIB

Kudus, NU Online
Semarak Hari Raya Idul Fitri di kalangan masyarakat Jawa Tengah bisa dibilang menarik. Pasalnya, masyarakat tidak hanya merayakan pada tanggal 1 Syawal untuk bermaaf-maafan dengan saudara dan teman saja, tetapi pada 8 Syawal dirayakan pula sebagai Lebaran Ketupat.

Sebagaimana yang terjadi di desa Papringan, kabupaten Kudus, Jawa Tengah, hampir seluruh warga pada hari sebelumnya memasak ketupat untuk di konsumsi secara khusus pada hari lebaran ketupat.

Selain dikonsumsi sendiri, ketupat dilengkapi dengan kuah khas yang telah matang dijuga dibagikan ke rumah-rumah tetangga dan puncaknya dimakan bersama oleh sebagian warga di setiap masjid dan musholla pada pagi hari tanggal 8 syawal tersebut.

Menurut Syuriah Ranting NU desa Papringan Kiai Solkhin, kenduri ketupat pada tanggal 8 Syawal merupakan bentuk majelis tasyakuran dan doa usai menunaikan kewajiban rukun Islam yakni puasa dan ibadah sunnah lainnya pada bulan Ramadhan.

“Makanya, ulama dahulu membuat acaraselametan (tasyakuran), diisyaratkan dengan kupat (ketupat) dan lepet (panganan ketan yang dibungkus daun kelapa),”tuturnya saat membuka ritual kenduri ketupat yang berlangsung di masjid Al-Junaid, Rabu (13/7) pagi.

Adapun kegunaan kenduri ketupat, lanjut Kiai Solkhin, untuk menyimbolkannasi yang ada di dalam ketupat jangan sampai keluar dari bungkusnya yang tersusun dari janur atau daun pohon kelapa.

“Sama juga dengan diri kita untuk membungkus raga dan nyawa yang sudah bersih jangan sampai terkena noda-noda dosa pada tahun-tahun yang akan datang,” terangnya memaknai dibalik tujuan kenduri ketupat.

Mengenaikalimat ja’alanallahu wa iyyakum minal a’idin wal faizin wa taqabbalallahu wa minna wa minkum taqqabal ya karim, ini merupakan istilah buatan ulama dahulu yang sering dipakai banyak kalangan pada momen Idul Fitri. Doa ini mempunyai arti, semoga dijadikan Allah termasuk orang yang kembali fitrah, baik itu raga maupun nyawa supaya bersih dari dosa.

Ia menambahkan keterangan tentang kalimat doa lainnya yakni wa antum bi khoirin fi kulli ‘am, yang mempunyai artipada tahun-tahun yang akan datang, mudah-mudahan kita selalu dalam keadaan baik.

“Sebagian ulama menafsiri kalimat tersebut sebagai doa supaya tahun depan dapat bertemu kembali dengan hari raya Idul Fitri,” jelasnya dihadapan puluhan warga yang masing-masing sudah membawa ketupat beserta kuah yang ditaruh rapi dalam wadah.

Sementara itu, Kiai Solkhin menilai pahala kenduri ketupat tersebut tidak hanya bisa dinikmati oleh diri sendiri, tetapi bisa pula niat diberikan kepada orang yang sudah meninggal. “Kita diberikan juga kepada ahli kubur. Semoga selalu mendapatkan maghfirah dari Allah,” pungkasnya. (M. Zidni Nafi’/Abdullah Alawi)