Opini

'Opor Ayam' Mengajari Kita Cara Benar Mencintai Tuhan

Sel, 20 April 2021 | 10:00 WIB

'Opor Ayam' Mengajari Kita Cara Benar Mencintai Tuhan

Potongan adegan dalam film 'Opor Ayam'.

Terus terang saya menangis menonton film pendek berjudul Opor Ayam. Film dengan genre cinematik berdurasi 8:54 menit ini memberikan hikmah mendalam, kepada saya khususnya dan seluruh penonton, untuk mencintai siapa pun dengan cara yang benar. Selain alur ceritanya persis seperti pengalaman hidup yang saya alami, film ini mampu memberi kesan mendalam di akhir cerita.

 

Adalah Tadin, seorang guru di sebuah Madrasah Ibtidaiyah yang menjadi sosok utama dalam film ini. Ia baru tiga tahun mengajar di madrasah tersebut. Pemuda yang baru saja menikah ini merupakan guru agama lulusan sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Setelah lulus, orang tuanya meminta Tadin untuk pulang ke rumah dan mengajar anak-anak di kampungnya. Orang tuanya mengatakan bahwa mengajar anak-anak di Kampung akan mendatangkan kebahagiaan.

 

Tadin baru tiga bulan menikah dengan wanita bernama Halimah. Wanita cantik ini adalah pilihan orang tuanya yang kebetulan Tadin juga sudah lama naksir sama wanita yang sekarang sudah menjadi pasangan hidupnya itu. Kepatuhan Tadin pada orang tuanya lah yang menurutnya mewujudkan harapannya dan ini yang ia sebut sebagai 'berkah'.

Halimah adalah sosok wanita yang penuh kasih sayang. Ia sangat perhatian sekali dengan Tadin. Di awal pernikahan ada hal-hal yang sebenarnya merupakan wujud rasa cinta dan kasih sayang antara keduanya namun belum bisa diekspresikan dengan tepat. Hal ini karena keduanya belum mengenal lebih dalam karakter masing-masing. "Kalau habis mandi handuknya langsung dijemur. Jangan ditaruh di dalem. Bau." Ini salah satu contoh saat Halimah mengingatkan Tadin yang baru saja mandi. 

 

Halimah juga adalah sosok yang manja dan ingin diperlakukan romantis oleh suaminya. Pasalnya, setiap mau tidur, ia ingin Tadin mencium keningnya sebagaimana janji saat pernikahan mereka. Halimah juga wanita yang punya kecemburuan cukup tinggi di awal pernikahan. Ketika smartphone Tadin berbunyi, Halimah sering menyangka itu dari mantan pacar Tadin. 

 

Halimah juga sebenarnya adalah wanita yang lemah lembut dan mampu menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga dengan baik. Termasuk terkait dengan menu makanan yang ia masak di dapur. Halimah cukup terampil memasak, apalagi menu favoritnya yakni opor ayam. 

 

Ia pun sering masak opor ayam dan menjadi menu rutin yang terhidang di meja makan. Namun suatu hari saat makan bersama, Tadin hanya makan dua sendok dan bergegas pergi. Kejadian ini pun menjadikan Halimah bertanya-tanya dan hanya bisa menangis. Atas kejadian ini akhirnya ia curhat pada ibu mertuanya.

 

Mendengar keluh kesah dari menantunya, Ibu mertua Halimah mengatakan bahwa Tadin tidak suka makanan bersantan seperti opor ayam. Makanan yang disukai Tadin adalah sambal dan tempe goreng. Setelah tahu hal ini, Halimah pun tersadar bahwa tidak semua makanan yang menurutnya enak, disukai oleh suaminya. Akhirnya, ia pun sering menyuguhkan menu sambal dan tempe goreng untuk Tadin. 

 

Sebagai seorang suami yang tahu makanan favorit istrinya, Tadin pun sering mampir ke warung membeli opor ayam untuk istrinya di rumah selepas pulang mengajar. Semenjak itulah, kedua insan yang saling mencintai ini saling mengetahui lebih dalam satu sama lainnya. Dan inilah pelajaran yang bisa dipetik dari film ini. Jika seseorang memiliki semangat mencintai harus mengenal lebih dalam yang dicintai.

 

Begitu juga untuk mengenal Allah SWT, kita tidak boleh hanya bermodal semangat mencintai saja. Tapi kita harus mengenal lebih dalam tentang Allah SWT. Apalagi di era saat ini di mana paham-paham keagamaan menyebar dengan pesat melalui kemajuan teknologi dan informasi, sering dijumpai orang-orang yang memiliki semangat beragama tinggi namun tidak diimbangi dengan esensi dari beragama itu sendiri.

 

Banyak yang memiliki semangat mencintai Allah tapi sering memperlakukan-Nya berdasarkan ukuran dirinya masing-masing. Semoga kita menjadi insan-insan yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah dengan lebih dalam mengenal Allah. 

 

Muhammad Faizin, Redaktur NU Online