KH Hasyim Muzadi dan Filosofi Buah Nangka
- Kamis, 4 Mei 2017 | 09:00 WIB
Pada Ahad, 13 November 2016, KH Hasyim Muzadi berkunjung ke City Forest and Farm Arum Sabil, Jember, Jawa Timur. Kawasan seluas 35 hektar ini adalah milik tokoh NU, H. Arum Sabil, yang diproyeksikan sebagai tempat pendidikan dan pelestarian berbagai macam tanaman pohon buah Nusantara. Di tempat itu, sejumlah tokoh nasional, juga telah berkenan menamam pohon buah.
Saat itu, oleh H Arum Sabil, Kiai Hasyim diberi sejumlah pilihan pohon buah untuk ditanam. Di antaranya adalah pohon durian dari berbagai varietas unggul, manggis, duku, matoa dan pohon nangka. Dalam pikiran H. Arum, Sang Pencerah –begitu ia menyebut Kiai Hasyim—pasti memilih pohon durian, manggis, duku, atau pohon langka. Namun ternyata di luar dugaan, beliau memilih pohon nangka.
H. Arum penasaran terkait pilihan pohon Kiai Hasyim. Sebab, pohon nangka bukan pohon langka, buahnya juga bukan favorit yang dicari banyak orang. Pohon nangka sampai saat ini masih banyak tumbuh "liar" di halaman-halaman rumah di perdesaan. Sehingga bagi H. Arum tidak ada yang istimewa dengan pohon nangka.
Dengan rasa penasaran yang masih membelit pikirannya, H. Arum begitu senang menyaksikan dan melayani Kiai Hasyim menanam pohon nangka di lembah Barokah, kawasan City Forest and Farm Arum Sabil.
Karena masih penasaran, H. Arum lantas bertanya kepada beliau. "Kenapa Kiai memilih pohon nangka?”
“Memang kenapa kalau saya memilih pohon nangka?" jawab Kiai Hasyim enteng.
"Kiai, pohon nangka itu 'kan sudah banyak ditanam oleh masyarakat. Kenapa tidak memilih pohon yang langka atau yang buahnya punya nilai ekonomi yang baik?" tanya H. Arum lagi.
"Pohon dan buah nangka bila dirawat dengan baik, maka rasa dan aromanya bisa dinikmati. Tetapi jika dibiarkan, tidak dijaga dan dirawat, maka yang didapat hanya aroma dan tidak akan ada rasa dan selera untuk menikmatinya karena busuk di dalam. Sama halnya dengan kehidupan. Apabila setiap pribadi atau institusi alat negara maupun swasta kemasyarakatan bila keberadaannya tidak dijaga dan dirawat dengan akhlaq dan iman, maka yang didapat hanyalah pesona tampilan permukaan, tapi busuk di dalam karena penuh dengan pertikaian dan kedustaan," urai sang pencerah.
Pohon buah nangka, bukan cuma filofosinya yang bagus, tapi secara ekonomi buah nangka juga menjanjikan asalkan dikelola dan dikemas dengan baik. Buktinya, di banyak toko modern sekarang dijual kripik nangka dengan harga mahal. Untuk menjadi buah yang baik, ia harus dijaga dan dirawat. Sebab, jika tidak dirawat, bisa-bisa isinya busuk meski harum dan kelihatan bagus dari luar.
Setelah mengungkapkan filosofi buah nangka, beliau berdiri sambil menengadahkan tangan untuk berdoa. Dalam bait-bait doanya, terdangar jelas beliau memohon kepada Allah agar bangsa dan negara ini diberikan keselamatan dunia dan akhirat.
Usai berdoa, H. Arum memohon beliau untuk memberikan nama empat bukit dan satu lembah di kawasan City Forest and Farm Arum Sabil. Beliau terdiam sejenak sambil berfikir, lalu muncullah penamaan empat bukit itu. Yaitu bukit amanah, bukit barokah, bukit cinta, bukit damai dan lembah sejahtera. Tidak dijelaskan alasan Kiai Hasyim memberikan nama-nama itu. Tapi yang pasti semuanya menggambarkan kesejukan dan tanggung jawab. Sebuah cerminan dari sikap keseharian sang pencerah. (Arydui A. Razaq)
Saat itu, oleh H Arum Sabil, Kiai Hasyim diberi sejumlah pilihan pohon buah untuk ditanam. Di antaranya adalah pohon durian dari berbagai varietas unggul, manggis, duku, matoa dan pohon nangka. Dalam pikiran H. Arum, Sang Pencerah –begitu ia menyebut Kiai Hasyim—pasti memilih pohon durian, manggis, duku, atau pohon langka. Namun ternyata di luar dugaan, beliau memilih pohon nangka.
H. Arum penasaran terkait pilihan pohon Kiai Hasyim. Sebab, pohon nangka bukan pohon langka, buahnya juga bukan favorit yang dicari banyak orang. Pohon nangka sampai saat ini masih banyak tumbuh "liar" di halaman-halaman rumah di perdesaan. Sehingga bagi H. Arum tidak ada yang istimewa dengan pohon nangka.
Dengan rasa penasaran yang masih membelit pikirannya, H. Arum begitu senang menyaksikan dan melayani Kiai Hasyim menanam pohon nangka di lembah Barokah, kawasan City Forest and Farm Arum Sabil.
Karena masih penasaran, H. Arum lantas bertanya kepada beliau. "Kenapa Kiai memilih pohon nangka?”
“Memang kenapa kalau saya memilih pohon nangka?" jawab Kiai Hasyim enteng.
"Kiai, pohon nangka itu 'kan sudah banyak ditanam oleh masyarakat. Kenapa tidak memilih pohon yang langka atau yang buahnya punya nilai ekonomi yang baik?" tanya H. Arum lagi.
"Pohon dan buah nangka bila dirawat dengan baik, maka rasa dan aromanya bisa dinikmati. Tetapi jika dibiarkan, tidak dijaga dan dirawat, maka yang didapat hanya aroma dan tidak akan ada rasa dan selera untuk menikmatinya karena busuk di dalam. Sama halnya dengan kehidupan. Apabila setiap pribadi atau institusi alat negara maupun swasta kemasyarakatan bila keberadaannya tidak dijaga dan dirawat dengan akhlaq dan iman, maka yang didapat hanyalah pesona tampilan permukaan, tapi busuk di dalam karena penuh dengan pertikaian dan kedustaan," urai sang pencerah.
Pohon buah nangka, bukan cuma filofosinya yang bagus, tapi secara ekonomi buah nangka juga menjanjikan asalkan dikelola dan dikemas dengan baik. Buktinya, di banyak toko modern sekarang dijual kripik nangka dengan harga mahal. Untuk menjadi buah yang baik, ia harus dijaga dan dirawat. Sebab, jika tidak dirawat, bisa-bisa isinya busuk meski harum dan kelihatan bagus dari luar.
Setelah mengungkapkan filosofi buah nangka, beliau berdiri sambil menengadahkan tangan untuk berdoa. Dalam bait-bait doanya, terdangar jelas beliau memohon kepada Allah agar bangsa dan negara ini diberikan keselamatan dunia dan akhirat.
Usai berdoa, H. Arum memohon beliau untuk memberikan nama empat bukit dan satu lembah di kawasan City Forest and Farm Arum Sabil. Beliau terdiam sejenak sambil berfikir, lalu muncullah penamaan empat bukit itu. Yaitu bukit amanah, bukit barokah, bukit cinta, bukit damai dan lembah sejahtera. Tidak dijelaskan alasan Kiai Hasyim memberikan nama-nama itu. Tapi yang pasti semuanya menggambarkan kesejukan dan tanggung jawab. Sebuah cerminan dari sikap keseharian sang pencerah. (Arydui A. Razaq)
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
Tags:
Fragmen Lainnya
Rekomendasi
topik
Opini
-
- Hafis Azhari | Sabtu, 27 Mei 2023
Ketika Timur Semakin Mengenal Barat
-
- Ahmad Munji | Sabtu, 20 Mei 2023
Pilpres Turkiye 2023 dan Investasi Ideologis Erdogan
-
Berita Lainnya
-
Menaker Imbau Masyarakat Lebih Selektif Memilih Informasi Kerja di Luar Negeri
- Ketenagakerjaan | Ahad, 28 Mei 2023
-
Kemnaker Optimis UU PPRT Mampu Tekan Pelanggaran PRT
- Ketenagakerjaan | Sabtu, 27 Mei 2023
-
Menaker Tegaskan Hubungan Industrial Harmonis Tingkatkan Produktivas Kerja
- Ketenagakerjaan | Sabtu, 27 Mei 2023
-
Jakarta Bhayangkara Presisi bersama Pertamina Raih Runner-up di Final AVC Cup 2023
- Nasional | Selasa, 23 Mei 2023
-
Indonesia-Tiongkok Komitmen Perluas Kerja Sama Ketenagakerjaan
- Ketenagakerjaan | Selasa, 23 Mei 2023
-
Gerakkan Hidup Sehat, Fatayat NU Sulsel Bagi-Bagi Sayur ke Masyarakat
- Daerah | Senin, 22 Mei 2023
-
Menaker Ida Dorong Peningkatan Produktivitas Perempuan Melalui Wirausaha
- Ketenagakerjaan | Sabtu, 20 Mei 2023
-
Serap Ratusan Juta Rupiah, Pembangunan Mushala NU Ranting Dlingo Bantul Usai
- Daerah | Kamis, 18 Mei 2023
-
Tingkatkan Kompetensi dan Daya Saing SDM di Daerah, Menaker Apresiasi Hibah Lahan dari Pemda
- Ketenagakerjaan | Rabu, 17 Mei 2023