Fragmen

Muallim Radjiun yang Survive di Makkah lewat Kepiawaian Sepakbola

Jum, 24 Juli 2020 | 05:00 WIB

Muallim Radjiun yang Survive di Makkah lewat Kepiawaian Sepakbola

Muallim Muhammad Radjiun lahir di Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Menghabiskan masa mudanya untuk menimba ilmu dari beberapa ulama Betawi, di antaranya Guru Manshur Jembatan Lima dan Guru Abdul Madjid Pekojan.

Pada hari Sabtu, 13 Juni 2020, NU Online melaporkan bahwa  Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengajak Nahdliyin untuk meneladani tokoh-tokoh NU terdahulu dalam berjuang untuk syiar agama dan menghidupkan organisasi. Menurut Kiai Said, salah seorang tokoh NU yang mesti diteladani adalah Mualim Muhammad Radjiun, salah seorang tokoh NU dari Betawi.


“Warga NU yang saya hormati, khususnya di Betawi. Hari ini merupakan wafatnya KH Muhammad Radjiun, salah seorang alim di Betawi pada zamannya. Mualim Syafi’I Hadzami dan KH Zainuddin MZ mengaku sebagai muridnya,” katanya di Gedung PBNU, Jakarta, yang diunggah melalui video di Instagram @saidaqilsiroj53.


Bagi saya, pernyataan Ketua Umum PBNU tentang Muallim Muhammad Radjiun atau Muallim Radjiun Pekojan ini luar biasa bagi masyarakat Betawi karena mengangkat sosok ulama Betawi. Bagi saya pribadi, itu merupakan sebuah kebanggaan sebab anak dari Muallim Radjiun Pekojan, yaitu KH Abdurrahim Radjiun adalah guru saya sekaligus mertua angkat saya.


Saya pribadi telah menulis tentang sosok Muallim Radjiun Pekojan di buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi terbitan Jakarta Islamic Centre.


Nama lengkap Muallim Radjiun Pekojan adalah Mohammad Radjiun bin Abdurrahim bin Muhammad Nafe bin Abdulhalim. Seorang peneliti Betawi, Abdul Aziz, menulisnya dengan Rojiun. Namun di dalam manaqib berjudul Duo Radjiun Teduhkan Langit Betawi yang ditulis oleh putranya, KH. Abdurrahim Radjiun, sebagai sumber dari penulisan ini, namanya tertulis Radjiun.


Nama aslinya sendiri adalah Muhammad, tidak ada tambahan Radjiun. Kata Radjiun disematkan karena ia pernah mati suri. Peristiwa ini menggegerkan keluarga dan kerabatnya karena mereka menyangka ia sudah wafat. Namun, ia tiba-tiba bangun dari mati surinya, kembali hidup, yang dalam bahasa Arab disebut dengan rājiun, orang yang telah kembali. Dalam kasus mati suri ia maksudnya adalah kembali dari kematiannya.


Sejak saat itu, ditambahkanlah nama Radjiun setelah nama Muhammad, menjadi Muhammad Radjiun. Kejadian mati suri ini juga dialami oleh putra ia yang menjadi ulama sufi Betawi terkemuka, KH Abdurrahim. Kata "Radjiun" kemudian disematkan juga di namanya, menjadi KH Abdurrahim Radjiun. 


Muallim Muhammad Radjiun lahir di Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Menghabiskan masa mudanya untuk menimba ilmu dari beberapa ulama Betawi, di antaranya Guru Manshur Jembatan Lima dan Guru Abdul Madjid Pekojan, sampai pada akhirnya bersama sang adik, Hasanat, pergi ke Makkah untuk memperdalam ilmu agama. 


Muallim Radjiun hobi bermain sepak bola. Perkenalannya dengan dunia sepak bola terjadi ketika Perang Dunia II mulai pecah yang memutuskan jalur laut dan otomatis memutuskan kiriman uang dari tanah air. Untuk menyambung hidup, ia akhirnya menjadi pemain sepak bola di kesebelasan Nejed.


Hasil dari bermain bola ini bukan untuk dinikmatinya sendiri tetapi juga dibagikan kepada puluhan teman-teman dan mukimin dari pelosok Nusantara, di antara temannya tersebut yang menjadi ulama Betawi terkemuka adalah KH Noer Alie, pahlawan nasional dari Bekasi.


Penulis: Rakhmad Zailani Kiki

Editor: Alhafiz Kurniawan