Fragmen

Singgah Sejenak di Masjid Agung Payaman Magelang

Sen, 28 Mei 2018 | 11:30 WIB

Singgah Sejenak di Masjid Agung Payaman Magelang

Masjid Agung Payaman, Magelang

Magelang, NU Online
Sebuah masjid bergaya khas Jawa, ramai dikunjungi jamaah dari berbagai daerah. Selain bentuk arsitekturnya yang unik juga karena nuansa keagamaan yang begitu kental di dalamnya, terlebih saat bulan suci Ramadhan. 

Eksotik, itulah kesan pertama saat NU Online singgah di Masjid Agung Payaman Magelang, Jawa Tengah, Ahad (27/5). Terletak di Desa Payaman, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, tepatnya di pinggir jalur jalan raya Magelang-Semarang, masjid ini menjadi jujugan masyarakat yang datang beribadah ataupun digunakan sebagai tempat transit oleh warga dari luar kota.

Ciri yang melekat pada desain arsitekturnya terlihat dari ornamen tiang, langit-langit, mimbar bertingkat yang terbuat dari kayu, mihrab tempat imam memimpin shalat dan kubah yang berada di atasnya. 

Masjid ini memiliki tiga serambi, berada di sisi kanan dan kiri serta serambi utama yang ukuranya 14 kali 10 meter. Terdapat pula tiga pintu kayu untuk masuk ke ruang utama masjid. Sementara tempat wudhu terbagi menjadi dua tempat terpisah, untuk pria dan wanita.

Menurut cacatan sejarah, Masjid Agung Payaman didirikan oleh kiai kharismatik yang kesohor kewalianya, Mbah Kiai Siradj atau Romo Agung. Sejak zaman kolonial, masjid ini sudah menjadi pusat syiar islam di Magelang. 

Mbah Siradj merupakan ulama yang sangat berpengaruh pada masa hidupnya. Mbah Siradj merupakan teman seperguruan pendiri NU, Hadratusyyekh KH Hasyim Asy’ari saat menimba ilmu di Makkah. 

Mbah Siradj juga bersahabat dengan KH Dalhar, Watucongol, Muntilan, Magelang, yang juga kesohor sebagai kiai ahli Thariqah itu. Masjid yang didirikan pada tahun 1937 ini tidak menggunakan istilah arab sebagai namanya. 

Dan tetap menggunakan nama desa, Payaman, sebagai namanya. Itulah kenapa masjid ini terkenal pula dengan dengan nama Masjid Agung Payaman, merujuk pada nama sang pendiri. 

Warna hijau muda yang melekat pada Masjid Agung Payaman ini seakan menjadi simbol bagi masyarakat Magelang yang religius. Saban hari, masjid ini tidak pernah sepi dari aktivitas ibadah. Terlebih saat bulan suci ramadhan, ratusan santri sepuh (lansia) dari berbagai daerah di Indonesia beribadah dan ngaji  di masjid ini. 

Di depan masjid sebelah kanan berdiri sebuah asrama dengan nama Pondok Sepuh. Bangunan dengan beberapa kamar kecil ini menjadi tempat tinggal para santri. 

“Karena itulah kawasan masjid ini juga dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok Sepuh,” kata Ahmad Soleh, santri asal Temanggung saat ditemui NU Online.

Soleh mengatakan, para lansia ini mengikuti pengajian yang diasuh oleh salah satu keturunan Mbah Siradj. Mereka yang datang memang berniat beribadah dan berburu berkah bulan Ramadhan. Sejak awal ramadhan, mereka telah datang dengan diantar oleh sanak keluarganya. 

”Biasanya mereka ngaji sampai tanggal 20 Ramadhan,” imbuhnya.

Saat NU Online masuk ke area masjid, tampak para lansia itu tengah mengikuti pengajian sebelum shalat dhuhur berjamaah. Dengan penuh perhatian mereka mendengarkan pengajian. Setelah itu, mereka membaca Al-Qur’an dan sebagian lagi ada yang memilih berbaring di serambi masjid.

Beberapa dari mereka juga ada yang berdzikir di area makam yang terletak tepat di belakang masjid. Makam tersebut adalah makam Danuningrat I, Bupati kadipaten Magelang yang pertama dan makam sang pendiri masjid, Mbah Siradj. 

Masjid inipun menjadi destinasi wisata religi selama bulan suci Ramadhan. Jika berkunjung ke Magelang tak lengkap rasanya jika tidak mampir ke masjid Agung payaman Magelang. (Zaenal Faizin/Muiz)