Humor

Ketika Seorang Prof Diakali Anak Kecil

NU Online  ·  Sabtu, 23 September 2017 | 07:20 WIB

Penduduk Mesir pribumi banyak dikenal sebagai orang cerdik dalam bersiasat. Diperkirakan karena di antara mereka banyak yang mempunyai garis keturunan Bani Israil. Di antara kecerdikannya ini dirasakan pula oleh Prof. Nizar Ali yang sekarang menjabat sebagai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag.

Dahulu, dalam salah satu kunjungannya ke Mesir, Prof Nizar ingin berziarah ke makam Syekh Zaki Ibrahim. Seorang penganut ajaran tasawuf, pemuka tarekat Syadziliyyah yang sangat disegani. 

Karena belum tahu lokasi makam, Prof Nizar bertanya kepada salah satu anak kecil. 

"Dik, makam Syekh Zaki Ibrahim terletak di mana ya?" tanyanya dengan bahasa Arab.

Tak segera menjawab, si anak kecil ini berlagak seperti simsar (makelar). Ia mengajukan satu syarat. Untuk menunjukkan arah yang diminta Prof Nizar, anak kecil ini meminta uang sejumlah 10 pounds atau setara sekitar Rp.25.000,-.

Khawatir dibohongi, Nizar memberikan pertanyaan untuk memastikan bahwa ia tidak akan ditipu anak-anak?

"Benar ya kau tunjukkan mana makamnya? 

Anak kecil ini pun mengiyakan dengan serius, namun ia meminta uang segera dibayar di depan terlebih dahulu. 

Setelah diterimakan dengan baik, si anak memandu para orang tua dari luar negeri Mesir ini. Ia berjalan di bagian depan. 

Yang mengagetkan bagi Nizar adalah ternyata ketika anak itu baru berjalan beberapa langkah ke depan dengan menapaki jalan yang menurun, anak itu pun dengan enteng menunjuk makam yang dimaksud oleh Prof Nizar. 

"Itu," katanya ringan sambil melempar senyum indahnya, tanda bahagia mendapat upah lumayan. 

Sangat jauh dari angan. Bayangan Prof Nizar, dengan uang 10 pounds mereka akan ditunjukkan di lokasi yang cukup jauh. Tapi ternyata hanya beberapa langkah ke depan saja. Perasaanya geli. Bukan menyesali uang yang telah ia berikan, tapi kecerdikan orang Mesir ini memang cukup jitu. Ia seolah diakali oleh anak-anak, meskipun cara mereka mengakali dengan model demikian itu sah-sah saja. (Ahmad Mundzir)Â