Muktamar NU yang Cukup Berat
Muktamar ke-22 Nahdlatul Ulama di Jakarta yang berlangsung pada 13-17 Desember 1959 merupakan Muktamar NU yang cukup berat.
Semalaman, para Muktamirin (peserta muktamar) membahas problem-problem tidak ringan seperti demokrasi terpemimpin, sosialisme, dan ekonomi terpimpin.
Pada hari terkahir Muktamar, KH Wahab Chasbullah yang kala itu hendak iqolah (demisioner) dari jabatannya sebagai Rais ‘Aam PBNU, menyampaikan pidato rapat pleno.
Kiai Wahab melihat sidang pleno kurang semarak karena muktamirin terlihat loyo, padahal saat itu masih pagi. Maklum, semalaman mereka membahas persoalan-persoalan cukup berat yang harus direspon NU pasca Dekrit Presiden 1959.
“Assalamu’alaiku warahmatullahi wabarakaatuh,” ucap Kiai Wahab yang dijawab muktamirin ala kadarnya.
Melihat suasana seperti itu, Kiai Wahab segera berseloroh, “Salamnya satu kali saja ya, tidak usah tiga kali, karena saudara-saudara masih lelah.”
Pernyataan spontan Kiai Wahab itu disambut tawa muktamirin. Sidang pleno kembali cair dan segar seperti udara yang berhembus pagi itu.
Seseorang yang hendak menyampaikan pidato atau ceramah, biasanya kerap menyampaikan salam hingga tiga kali untuk membangunkan perhatian hadirin. (Fathoni)
*) Disarikan dari “Fragmen Sejarah NU” (Abdul Mun’im DZ, 2017)
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.