Internasional

Abdurrahman Mas’ud: Islam Wasathiyah Mampu Bendung Gerakan Keagamaan Menyimpang

Rab, 14 November 2018 | 08:30 WIB

Abdurrahman Mas’ud: Islam Wasathiyah Mampu Bendung Gerakan Keagamaan Menyimpang

Senior Official Meeting (SOM) Menteri-menteri Agama, Selasa (13/11)

Bandar Seri Begawan, NU Online
Di tengah gencarnya wacana keagamaan yang beragam di Indonesia, kita tetap optimis akan peran sentral Islam Wasathiyah. Pasalnya, kelompok utama di Indonesia ini akan mampu membendung berbagai gerakan yang berseberangan atau menyimpang dari kultur dan tradisi keagamaan yang berkembang di masyarakat.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Balitbang Diklat Kemenag RI, H Abdurrahman Mas'ud, dalam Pertemuan Tahunan Tidak Resmi Senior Official Meeting (SOM) Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) di Brunei Darussalam, Selasa (13/11). 

“Segencar apa pun wacana keagamaan yang dipandang menyimpang, Indonesia akan tetap kokoh dengan semangat moderasi Islam. Sebab, kapal tidak akan karam karena ombak yang tinggi. Melainkan karena ada air yang masuk ke dalamnya,” ujar Mas’ud berfilosofi.

“Apalagi dalam konteks hubungan antaragama, di mana Indonesia memiliki anutan yang beragam, telah ada tali-ikat yang kuat dalam bentuk Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945 sebagai kesepakan yang final,” tambahnya.

Guru Besar UIN Walisongo ini mencontohkan dinamika wacana Islam Liberal (Islib) di Indonesia. Islib memiliki unsur maslahat dan mudaratnya sekaligus. Manfaatnya, gagasan ini mendorong umat Islam untuk melakukan kontekstualisasi dan fungsionalisasi nilai-nilai ajaran Islam sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman.

“Untuk konteks Indonesia, pengusung gagasan Islam Liberal sangat akrab dengan sumber-sumber keagamaan klasik dalam bentuk kitab kuning. Bahkan, sang pengusung, Ulil Abshar Abdalla, belakangan ini mendirikan pesantren online yang mengkaji naskah-naskah klasik karya ulama abad pertengahan, seperti Ihya Ulumuddin karya al-Ghazali, Bidayatul Mujtahid karya Ibn Rushd, dan lain-lain,” ujar Mas’ud.

Sementara mudaratnya, lanjut dia, gerakan Islam Liberal merupakan pemikiran yang acap kali berseberangan dengan paham keagamaan mainstream di Indonesia. Hal ini bahkan sampai pada pengembangan wacana keagamaan terkait dengan masalah sosial moderen seperti LGBT, liberalisme agama, dan sebagainya.

Kasus Islam Liberal untuk konteks Indonesia, kata Mas'ud, agak berbeda, karena lebih bernuansa gerakan pemikiran, bukan aksi dan praktik sosial. Bahwa ada pemikiran tentang perkawinan sejenis, perkawinan antar-agama, dan lain-lain di kalangan jaringan ini, hal itu lebih merupakan respons atas fenomena yang muncul di masyarakat. "Sayangnya, respons kelompok ini dipandang sebagai sikap akomodatif terhadap praktik sosial yang menyimpang tersebut,” paparnya.

Doktor jebolan UCLA Amerika Serikat ini menambahkan, selain gerakan Islam Liberal, juga muncul kelompok lain yang berseberangan dalam bentuk pemikiran tekstual dan skriptural. Kelompok tersebut sangat semangat menjalankan ajaran Islam secara murni dan konsekuen sesuai dengan Quran dan Hadits.

“Kelompok ini mengusung gagasan khilafah, Islam politik, dan semangat keagamaan yang mengabaikan pluralitas anutan keagamaan. Mereka menolak perbedaan tradisi dan khazanah lokal. Berbagai hal yang dipandangnya bertentangan dengan ajaran Islam juga ditolak,” tandas Mas’ud.

Menurut pria asal Kudus ini, mencermati kedua wacana yang saling berhadapan tersebut, negara kemudian mengusung pemikiran jalan tengah dalam bentuk Islam Wasathiyah, Islam Moderat, dan Moderasi Agama. “Semangat ini didasarkan atas pemahaman keagamaan mainstream di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama yang mengusung spirit Islam Nusantara dan Muhammadiyah dengan semangat Islam Berkemajuan,” tuturnya.

Pada sesi awal, Kepala Balitbang Diklat Kemenag Abdurrahman Mas'ud sebagai perwakilan Indonesia mempresentasikan makalah dalam bentuk panel bersama perwakilan negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Hadir juga pada pertemuan tersebut, Sekjen Kemenag Nurcholis Setiawan, Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin, dan sejumlah pejabat eselon II.

Dalam agenda tahunan tidak resmi Menteri-Menteri Agama empat negara yang berlangsung di Ibu Kota Brunei Darussalam selama sepekan, 12-16 Nopember 2018 ini, Kepala Balitbang Diklat didampingi dua kepala bidang (kabid) dari Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, yakni Kabid Litbang Pendidikan Keagamaan, Muhammad Murtadlo; dan Kabid Litbang Pendidikan Agama dan Pendidikan Tinggi Keagamaan, Huriyudin. (Musthofa Asrori/Kendi Setiawan)