Jakarta, NU Online
Dewan Syura Arab Saudi—yang merupakan badan penasehat resmi—sudah mengesahkan sebuah undang-undang yang menetapkan pelecehan seksual sebagai pelanggaran hukum.
Tujuan UU tersebut ialah untuk memberantas pelecehan, mencegahnya, menghukum pelakunya, serta melindungi korban demi mempertahankan hak pribadi, martabat dan kebebasan individu seperti yang dijamin oleh yurisprudensi dan peraturan Islam.
Rancangan undang-undang itu disusun oleh Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi berdasarkan instruksi Raja Salman, seperti dilansir bbc.com.
Namun, tak sedikit warga Arab Saudi yang menanggapi undang-undang itu dengan bercanda mengingat kaum pria dan wanita tidak berbaur di tempat umum di kerajaan Islam yang konservatif tersebut.
Berdasarkan undang-undang yang disahkan, hukuman bagi pelaku pelecehan seksual adalah maksimum dua tahun dengan denda hingga setara Rp374 juta. Dalam kasus yang berulang maka pelaku terancam hukuman lima tahun penjara dan denda sampai tiga kali lipat lebih.
Kerahasiaan korban dijamin oleh UU tersebut dan korban tidak bisa menarik laporan yang sudah diajukan kepada polisi.
Selain itu, menghasut untuk pelecehan seksual serta membuat laporan palsu kepada pihak berwenang juga tergolong pelanggaran hukum.
Sementara lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah pelecehan seksual.
Beberapa pengguna juga langsung menuntut pembatasan atas perilaku perempuan, yang dituding menjadi penyebab pelecehan seksual.
Bulan Februari 2018 lalu, seorang jemaah perempuan menggunakan tagar #MosqueMeToo untuk berbagi pengalaman terkait pelecehan seksual pada masa ibadah Haji dan perjalanan ke tempat-tempat suci.
Mona Elthahawy, perempuan campuran Mesir-Amerika yang merupakan pegiat feminisme, mengungkapkan pengalamannya saat dilecehkan secara seksual pada musim Haji 2013.
Pekan lalu, di Arab Saudi, sedikitnya 11 pegiat perempuan dilaporkan ditangkap, menurut para pegiat hak asasi. Sebagian besar dari mereka merupakan perempuan yang aktif berkampanye dalam hak perempuan untuk menyetir.
Kerajaan Arab Saudi sudah mengumumkan bahwa larangan mengemudi untuk perempuan akan berakhir bulan Juni walau ditentang oleh kelompok konservatif. (Red: Fathoni)