Internasional

AS Sanksi Panglima Myanmar terkait Kasus Pembantaian Rohingya

Rab, 17 Juli 2019 | 13:30 WIB

AS Sanksi Panglima Myanmar terkait Kasus Pembantaian Rohingya

Pengungsi Rohingya di Distrik Cox's Bazar (istimewa)

Washington, NU Online
Pemerintah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Min Aung Hlaing, dan tiga petinggi militer lainnya karena diduga terlibat dalam pembantaian minoritas Muslim Rohingya. Ketiga petinggi militer Myanmar tersebut adalah wakil Hlaing, Soe Win, Brigadir Jenderal Than Oo, dan Brigadir Jenderal Aung Aung.

Mereka bersama dengan keluarga mereka dilarang memasuki wilayah AS. Sampai saat itu, sanksi ini menjadi langkah paling keras yang dikeluarkan AS untuk merespons pembantaian yang dilakukan tentara Myanmar terhadap minrotas Muslim Rohingya.

“Kami tetap khawatir bahwa pemerintah Myanmar tidak mengambil tindakan untuk meminta pertanggungjawaban terhadap mereka yang terlibat atas pelanggaran hak asasi manusia. Ada pula laporan terus-menerus yang memaparkan bahwa militer Myanmar melakukan pelanggaran HAM di seluruh negeri,” kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dikutip laman Reuters, Rabu (17/7).

Pompeo juga menyoroti langkah Hlaing yang membebaskan para tentara yang terlibat dalam pembunuhan massal minoritas Muslim Rohingya, setelah hanya menjalani hukuman penjara beberapa bulan saja. Menurutnya, apa yang dilakukan Hlaing itu merupakan ‘contoh mengerikan betapa militer dan para pemimpinnya tidak mempertanggungjawabkan tindakan mereka.’

Militer Myanmar menjadi perhatian setelah diduga melakukan pengusiran, pembakaran, hingga pembunuhan minoritas Muslim Rohingya dan minoritas lainnya di Negara Bagian Rakhine. Kekerasan itu mencapai puncaknya pada 25 Agustus 2017. Saat itu, sekitar 750 ribu minoritas Muslim Rohingya melarikan diri dari kampung halamannya dan mengungsi ke wilayah Bangladesh setelah tentara Myanmar melakukan operasi militer.

Departemen Luar Negeri AS menyebut, operasi yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya itu sebagai pemusnahan dan pemerkosaan massal yang direncanakan dan dikoordinasikan dengan rapi. Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai, apa yang dilakukan militer Myanmar itu sebagai upaya pembersihan etnis minoritas Rohingya.

Pemerintah Myanmar menolak tuduhan itu. Mereka berdalih, operasi militer tersebut adalah dimaksudkan sebagai upaya untuk memerangi kelompok ekstremisme dan terorisme. (Red: Muchlishon)