Internasional

Bagaimana Dunia Islam Merespons Normalisasi Hubungan Bahrain-Israel?

Sen, 14 September 2020 | 15:00 WIB

Bagaimana Dunia Islam Merespons Normalisasi Hubungan Bahrain-Israel?

Palestina mengecam kesepakatan Bahrain-Israel dan menganggapnya sebagai 'tikaman dari belakang'. (Foto: Reuters/Raneen Sawafta)

Yerusalem, NU Online
Bahrain menjadi negara Arab terakhir yang sepakat untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Dalam sebuah pernyataan bersama, Amerika Serikat (AS), Israel, dan Bahrain menyebutkan bahwa kesepakatan tersebut dicapai setelah Donald Trump (Presiden AS) berbicara dengan Benjamin Netanyahu (Perdana Menteri Israel) dan Hamad bin Isa al-Khalifa (Raja Bahrain) pada Jumat, 11 September kemarin.

 

Kesepakatan ini terjadi setelah sebulan sebelumnya Uni Emirat Arab (UEA) juga melakukan hal yang sama. Dengan demikian, Bahrain menjadi negara Arab keempat yang mencapai kesepakatan dengan Israel, setelah Mesir (1979), Yordania (1994), UEA (Agustus 2020), dan Bahrain (September 2020).

 

Menteri Informasi Bahrain, Ali al-Rumaihi, mengatakan, kesepakatan dengan Israel adalah langkah historis dan penting untuk membangun untuk membangun perdamaian di kawasan Timur Tengah. Menurut al-Rumaihi, seperti diberitakan Bahrain News Agency,Ahad (13/9), kesepakatan itu merupakan langkah realistis untuk membantu mengakhiri konflik Palestina dan Israel berdasarkan Prakarsa Perdamaian Arab. 


Berikut respons dunia Islam terhadap normalisasi hubungan Bahrain dan Israel, sebagaimana diberitakan Aljazeera, Ahad (13/9).


Palestina
Otoritas Palestina mengecam normalisasi hubungan Bahrain dan Israel tersebut. Palestina menganggap, kesepakatan tersebut sebagai sebuah pengkhianatan lain yang dilakukan negara Arab—setelah sebelumnya UEA melakukannya.


Sama seperti kesepakatan UEA-Israel, Menteri Urusan Sosial Palestina Ahmad Majdalani menganggap normalisasi hubungan Bahrain-Israel tersebut sebagai ‘tusukan dari belakang terhadap perjuangan Palestina dan rakyatnya’.  


Hamas, kelompok yang mengontrol Jalur Gaza, menyebut bahwa kesepakatan itu merupakan ‘agresi’ yang menimbulkan ‘prasangka serius’ terhadap perjuangan Palestina.


Sementara Gerakan Nasional Pembebasan Palestina, Fatah, menilai, normalisasi yang dilakukan negara-negara Arab dengan Israel mendorong negeri Zionis itu untuk lebih banyak melakukan pencurian tanah dan pembangunan pemukiman di wilayah yang diduduki. 


Disebutkan Fatah bahwa kesepatakan tersebut bertentangan dengan Resolusi Konferensi Tingkat Tinggi Arab dan Prakaras Perdamaian Arab (Arab Peace Initiative). Fatah meminta agar negara-negara Arab mematuhi Prakarsa yang diusulkan Kerajaan Arab Saudi pada 2002 lalu itu. Sesuai Prakarsa tersebut, untuk mewujudkan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu maka harus dimulai dari menjaga hak-hak rakyat Palestina.


Turki
Kementerian Luar Negeri Turki mengutuk keras keputusan Bahrain untuk membangun hubungan diplomatik dengan Israel. Dikatakan, itu akan memberikan pukulan baru bagi upaya untuk membela perjuangan Palestina. 


“Itu akan mendorong Israel lebih jauh untuk melanjutkan praktik ilegal terhadap Palestina dan upayanya untuk menjadikan pendudukan tanah Palestina permanen,” kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.


Mesir
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengapresiasi ‘langkah penting’ yang telah diambil Bahrain dan Israel untuk menormalisasi hubungan diplomatik. 


Di akun Twitternya, el-Sisi menyebut bahwa kesepakatan tersebut akan membantu membangun stabilitas dan perdamaian di Timur Tengah dengan cara mencapai penyelesaian yang adil dan permanen terhadap persoalan Palestina.


Iran
Iran memberikan respons cukup keras terkait dengan kesepakatan Bahrain dan Israel. Otoritas Iran mengatakan bahwa sekarang Bahrain menjadi mitra Israel dalam melakukan kejahatan. 


“Para penguasa Bahrain mulai sekarang akan menjadi mitra kejahatan rezim Zionis sebagai ancaman yang tetap terhadap keamanan kawasan dan dunia Islam,” demikian kata Kementerian Luar Negeri Iran dalam sebuah pernyataan, Sabtu (12/9).

 

Yordania
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, mengatakan bahwa langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif di kawasan itu harus datang dari Israel.


Menurut Safadi, Israel harus menghentikan semua prosedur yang bisa merusak solusi dua negara dan mengakhiri pendudukan ilegal atas wilayah Palestina.


Oman
Otoritas Oman menyambut normalisasi hubungan Bahrain dan Israel. Oman berharap, jalur strategis baru yang diambil negara-negara Arab itu akan berkontribusi untuk mewujudkan perdamaian, dengan diakhirinya pendudukan Israel atas wilayah Palestina dan dibentuknya negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. 


Uni Emirat Arab (UEA)
UEA juga menyambut keputusan Bahrain untuk membangun hubungan diplomatik dengan Israel. UEA berharap, itu akan berdampak positif pada perdamaian dan kerja sama di kawasan dan di seluruh dunia.


“Langkah ini merupakan langkah penting menuju era keamanan dan kemakmuran dan akan memperluas ruang lingkup kerja sama ekonomi, budaya, ilmiah, dan diplomatik,” kata Kementerian Luar Negeri UEA.


Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad