Internasional

Beda Sikap Negara-negara terhadap Konflik Palestina-Israel dan Rusia-Ukraina

Rab, 9 Maret 2022 | 12:30 WIB

Beda Sikap Negara-negara terhadap Konflik Palestina-Israel dan Rusia-Ukraina

Ilustrasi: Warga Palestina mengevakuasi seorang pria yang terluka selama bentrokan dengan pasukan keamanan Israel di depan Masjid Kubah Batu di kompleks Masjid Al Aqsa di Kota Tua Yerusalem, Mei 2021 lalu. (Foto: AP)

Jakarta, NU Online

Invasi Rusia ke Ukraina memunculkan protes dan penolakan dari banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika Serikat. Tak pelak, negara-negara besar dan maju menghujani Rusia dengan berbagai sanksi ekonomi. Sanksi besar-besaran juga dilayangkan oleh badan sepakbola dunia (FIFA) dan Eropa (UEFA) dan federasi-federasi olahraga lainnya.


Protes, penolakan, dan sanksi ramai-ramai tersebut justru tidak terlihat ketika melihat perlakuan tentara Israel terhadap rakyat Palestina hingga kini. Perbedaan sikap itu disorot oleh anggota parlemen Irlandia.


Anggota Parlemen Irlandia pada Rabu pekan lalu ramai-ramai ikut bersuara terkait perbedaan sikap tanggapan negaranya atas konflik Rusia-Ukraina dengan konflik Israel-Palestina dalam debat parlemen bersama Kementerian Luar Negeri Irlandia.


Salah satunya ialah Richard Boyd Barrett yang menyayangkan pilihan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil tindakan dan penggunaan bahasa. Padahal, organisasi HAM internasional Amnesty International telah menyatakan bahwa Israel telah melakukan kejahatan apartheid kepada rakyat Palestina.


Temuan Amnesty International tersebut didasarkan pada komponen fragmentasi teritorial, pemisahan dan kontrol, perampasan tanah dan properti, dan pengingkaran terhadap hak-hak ekonomi dan sosial.


“Amnesty International menyerukan agar Israel dirujuk ke pengadilan pidana internasional untuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Mereka menyerukan sanksi yang ditargetkan terhadap Pejabat Israel yang melanggengkan sistem apartheid. Akankah kita dukung?” seru Richard dilansir Youtube Video Parliament Ireland.


Selain itu, Richard juga menyoroti soal penyerangan Arab Saudi terhadap Yaman yang kini telah membunuh 337.000 orang di Yaman dan 10.000 anak dalam lima tahun terakhir.


Sebelumnya, Organisasi hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), menuduh Israel menerapkan kebijakan "kejahatan apartheid" dan melakukan penganiayaan terhadap rakyat Palestina dan minoritas etnis Arab lainnya. Tetapi Israel menolak tuduhan itu.


Dalam laporan setebal 213 halaman, HRW yang berbasis di New York menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan Israel merupakan praktik apartheid sebagaimana didefinisikan dalam hukum internasional.


Dalam laporannya, HRW juga menyebutkan bahwa penyitaan tanah milik Palestina untuk pemukiman Yahudi merupakan contoh kebijakan kejahatan apartheid dan tindakan penganiayaan.


"Di seluruh Israel dan (wilayah Palestina), otoritas Israel berniat mempertahankan dominasi atas Palestina dengan melakukan kontrol atas tanah dan demografi untuk kepentingan orang Israel Yahudi," kata laporan tersebut seperti dikutip Reuters.


Sebuah organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) terkemuka yang berbasis di Yerusalem, B'Tselem, menyebut bahwa Pemerintah Israel adalah rezim apartheid.


B'Tselem melaporkan, hak warga Palestina di Tepi Barat lebih sedikit selama di bawah kendali Israel. Kondisi ini kontras dengan orang Yahudi yang hidup di seluruh wilayah Laut Mediterania dan Lembah Sungai Yordania.


B'Tselem mengatakan, warga Palestina hidup di bawah kendali Israel di Tepi Barat yang diduduki, di Gaza yang diblokade, di Yerusalem Timur yang dianeksasi, dan di dalam wilayah Israel sendiri.


"Ini bukanlah demokrasi ditambah pendudukan. Ini adalah sistem apartheid di antara sungai (Yordan) dan laut (Tengah),” kata Direktur Eksekutif LSM Israel B'Tselem, Hagai el-Ad dalam laporannya Selasa lalu seperti dilansir AFP.


Baru-baru ini, Pasukan Israel menembak mati seorang remaja putra Palestina di Tepi Barat pada Minggu (6/3/) waktu setempat. Dilansir dari kantor berita AFP, Senin (7/3/2022), militer Israel menyebut korban ditembak di dekat Abu Dis, timur Yerusalem setelah dia menyerang pasukan Israel dengan bom molotov.


Sembilan warga Palestina lainnya telah tewas dalam sebulan terakhir, tepatnya sejak 8 Februari di Tepi Barat. Serangan-serangan warga Palestina terhadap pasukan keamanan Israel, termasuk penusukan, sering terjadi di Yerusalem dan Tepi Barat.


Sebelumnya, polisi Israel juga menembak mati seorang remaja putra Palestina setelah dia menikam dan melukai seorang petugas di Kota Tua Yerusalem.


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Muhammad Faizin