Internasional

Betulkah PBB Tidak Berdaya di Hadapan Amerika Serikat dan Israel?

Sel, 9 Januari 2018 | 16:00 WIB

Jakarta, NU Online
Mantan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk situasi Hak Asasi Manusia kawasan Palestina Makarim Wibisono menjelaskan, PBB didirikan karena adanya dua kutub kekuatan besar dunia pada saat itu, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. PBB difungsikan untuk menengahi dua negara adi daya tersebut agar tidak terlibat konflik.  

Aturan dan prinsip yang digunakan PBB masih sama, yakni berdasarkan pada situasi tahun 40-an dimana PBB baru didirikan dan hanya ada dua kekuatan dunia. Pemberian hak khusus kepada negara-negara tertentu di PBB didasarkan pada kekuatan ekonomi dan militer negara tersebut seperti Amerika Serikat, Uni Soviet (Rusia), Inggris, Perancis, dan China.     

“Semua kan sudah disesuaikan dengan abad ini, tapi (aturan dan prinsip) di PBB masih sesuai yang dulu,” katanya di Jakarta, Selasa (9/1).

Saat ini, ada banyak negara yang memiliki ekonomi atau pun militer lebih kuat dari negara-negera tersebut di atas seperti Jerman. Sehingga kekuatan dunia tidak lagi hanya merujuk kepada Amerika Serikat dan Uni Soviet (Rusia).

Ketika ditanya mengapa PBB seolah tidak berdaya di hadapan Amerika Serikat dan Israel ketika menyangkut soal Palestina, Makarim menyebutkan ada dua sebab. Pertama, PBB yang masih menggunakan ‘aturan’ lama sehingga tidak mampu merespon tantangan yang ada saat ini, termasuk bertindak tegas soal konflik Palestina dan Israel yang tak kunjung usai. Kedua, pembuatan keputusan ditentukan adanya lobi-lobi dari pihak Israel. 

Ia menyarankan, kalau seandainya negara-negara Islam ingin mengimbangi lobi-lobi yang ada, maka umat Islam juga seharusnya membentuk lobi-lobi yang sama. Sehingga Amerika Serikat sebagai ‘negara penentu’ memiliki pilihan.

“Kalau sekarang yang ada di pilihannya itu memang Israel. Pilihan lobi yang lain kan gak ada,” tegasnya. 

“Kalau saya anjurkan bagaimana bisa mendukung adanya suatu dana dari negara-negara yang membantu Palestina kemudian dikembangkan menjadi Palestinian lobby di Amerika Serikat supaya bisa bergerak ke media massa, LSM-LSM, dan lainnya,” tambahnya.  

Perwakilan

Makarim menceritakan, ketika raja-raja Eropa hendak menaikkan pajak pada zaman abad pertengah di Eropa, para pengusaha zaman itu menolaknya dengan alasan mereka tidak diberi perwakilan dalam setiap pengambilan kebijakan kerajaan.  

Ndak ada itu namanya pajak-pajak naik kalau saya tidak diwakili di dalamnya (institusi kerajaan),” ungkapnya.

Terkait hal ini, ia mengkritik PBB karena tidak ada satu pun negara yang tergabung dalam Dewan Keamanan PBB itu mewakili kepentingan negara-negara mayoritas berpenduduk Islam. Padahal, umat Islam di dunia itu jumlahnya lebih dari 1,6 miliar jiwa. (Muchlishon Rochmat)