Internasional

Dosen UNU Blitar Kaji Wawasan Praktik Harmonisasi Kehidupan Beragama di Jerman

Rab, 6 Maret 2024 | 22:30 WIB

Dosen UNU Blitar Kaji Wawasan Praktik Harmonisasi Kehidupan Beragama di Jerman

Enam Penerima Beasiswa Pelatihan Pengembangan Wawasan Internasional Moderasi Beragama non-degree program Kementerian Agama (Kemenag) dan LPDP di Jerman, 28 Februari-9 Maret 2024.

Jakarta, NU Online

Dosen dari Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, Jawa Timur, Zulia Khoirun Nisa berhasil meraih beasiswa untuk mengikuti pelatihan moderasi beragama di Jerman. Secara umum ia mengkaji wawasan praktik harmonisasi kehidupan beragama di Jerman.

 

Ia menjadi satu-satunya perempuan yang terpilih dari Pondok Pesantren Darul Huda Wonodadi, Blitar, untuk mengikuti pelatihan tersebut.


Beasiswa Pelatihan Pengembangan Wawasan Internasional Moderasi Beragama yang ia ikuti merupakan program beasiswa non-degree dari Kementerian Agama (Kemenag) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang diselenggarakan di Jerman.


Bersama dengan 5 peserta lainnya yang merupakan kiai dari pesantren di seluruh Indonesia, Zulia mengikuti pelatihan tersebut mulai dari tanggal 28 Februari hingga 9 Maret 2024.


Adapun 5 peserta lainnya adalah Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum Peterongan, Jombang, Jawa Timur KH Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans, Pengasuh Ponpes Cipulus, Purwakarta KH Hadi Makmun Musa Said, Pengasuh Ponpes Sunan Pandanaran Yogyakarta KH Jazilus Sakhok, Pengasuh Ponpes Al-Anwar Sarang KH Moh Najib, dan Pengasuh Pondok Pesantren Babakan Cirebon KH Syarif Abu Bakar Hud Yahya.


Selama pelatihan, para peserta memiliki kesempatan untuk mengunjungi beberapa perguruan tinggi terkemuka di Jerman, termasuk Goethe Universitat Frankfurt dan Philipps Universitat Marburg. Mereka juga berinteraksi dengan komunitas pemuka agama di Jerman dan berdialog dengan mereka.


“Kami belajar bersama dengan mahasiswa dan profesor di Jerman tentang kondisi pemeluk agama Islam di sana. Salah satu perbedaan besar yang kami temui adalah bahwa agama di Jerman dianggap sebagai ranah yang bersifat privat bagi masyarakatnya. Mereka sangat menghargai prinsip saling menghormati antar sesama pemeluk agama," jabar Zulia kepada NU Online, Rabu (6/3/2024).


Selama mengikuti pelatihan, menurutnya terdapat sejumlah perbedaan keberagamaan yang mencolok dari Indonesia. Salah satu yang terbesar adalah populasinya. Berbeda dengan populasi Islam di Indonesia yang amat besar, populasi Muslim di Jerman mungkin Islam menduduki posisi nomor 3, setelah agama Katolik dan juga Protestan.


Kedua adalah beragama menjadi ranah yang privat bagi penduduk Jerman. Mereka saling menghormati dan mengutamakan rasa saling menghargai antar satu sama yang lainnya.


Selain itu, konsep moderasi di Jerman adalah hak-hak pemeluk agama minoritas amat dihargai. Mereka diberikan ruang untuk mengekspresikan agama cara beragama masing-masing umat.


“Tentu kebijakan-kebijakannya juga berbeda antara bagaimana di Jerman dan juga di Indonesia. Di Indonesia ini sebenarnya ada mungkin dari Kementerian Agama yang selalu menggaungkan terkait moderasi agama membuka dialog-dialog antaragama sehingga ini memang penting sekali ketika ada dialog antaragama ini akan menunjukkan bagaimana kita bersikap bagaimana saling menghargai antar pemeluk agama satu dan yang lainnya,” papar dosen Studi Islam, Sejarah Peradaban Islam, dan Perbandingan Hukum Islam itu UNU Blitar itu.


Menurut Zulia, pelatihan ini penting bagi Indonesia yang merupakan negara dengan keberagaman agama yang besar. "Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam harus mendorong nilai-nilai moderat kepada para santri, agar mereka dapat membawa sikap moderat tersebut ketika berinteraksi dengan masyarakat," tambahnya.


Pelatihan ini juga diharapkan dapat membantu menangkal ekstremisme dan memupuk sikap toleransi di tengah-tengah masyarakat. "Kami ingin santri-santri memiliki sikap moderat dan tidak merasa bahwa Islam adalah agama yang superior sehingga harus memaksakan kehendak kepada agama lain," ungkap Zulia.


Dengan mengikuti pelatihan ini, Zulia berharap dapat mengaplikasikan konsep-konsep moderasi yang dipelajarinya di Jerman dalam konteks keberagaman agama di Indonesia, demi terciptanya masyarakat yang harmonis dan toleran.


“Di sini benar-benar Islam diberikan ruang atau agama-agama itu juga diberikan ruang untuk menjalankan ibadahnya, untuk menjalankan aktivitas-aktivitasnya tanpa adanya ancaman dan juga diberikan ruang untuk berkegiatan,” pungkasnya.