Internasional

GP Ansor Saudi Gelar Maulid Nabi dan Haul Gus Dur di Jeddah

Sel, 5 Januari 2016 | 03:48 WIB

Jeddah, NU Online
Memasuki tahun 2016, gedung Balai Nusantara Wisma Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Arab Saudi, untuk pertama kalinya digunakan sebagai tempat perhelatan Maulud Nabi dan Haul KH Abdurrhman Wahid (Gus Dur). <>

Perayaan rutin yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Istimewa Gerakan Pemuda Ansor Arab Saudi tersebut berlangsung meriah, Sabtu (2/1) malam waktu setempat, dengan kehadiran warga Negara Indonesia (WNI) di Arab Saudi.Forum ini menjadi ajang silaturahim sekaligus menampik anggapan bahwa Nahdliyin tak dapat melaksanakan maulid di negeri kayak minyak itu.

Turut hadir dalam kesempatan ini KH Nuril Arifin yang biasa disapa Gus Nuril Pengasuh Pondok Pesantren Soko Tunggal Jakarta yang juga anggota Dewan Khos PSNU Pagar Nusa; Rais Syuriyah PCINU Arab Saudi Ustadz Firdaus Abdul Mannan, Ketua Tanfidziyah PCINU Arab Saudi Ir. Fuad Abdul Wahab, dan Konjen RI Jeddah Dharmakirty Syailendra Putra dan Kiai Nurul Huda (Enha), dan tokoh-tokoh masyarakat Indonesia lainnya.

Perayaan Maulid Nabi dan Haul Gus Dur diawali dengan lantunan ayat suci Al-Qur’an dan shalawat. Kali ini panitia penyelenggara mengusung tema “Meneladani Rasulullah dan Sikap Pluralisme Gus Dur”.

Gus Nuril saat memberikan ceramah mengatakan, Rasulullah adalah pribadi yang senantiasa bermaulid. Maulid yang berarti “masa kelahiran” mengandung pesan bahwa manusia harus senantiasa memperbarui diri.

"Gusti Kanjeng Nabi senantiasa bermaulid setiap hari. Wal 'ashri. Innal-insaana lafî khusrin. Illal-ladzîna âmanu wa'aamilush shâlihaati wa tawâshau bil-haqqi wa tawâshau bish-shabri. Kalau hari ini sama dengan kemarin, maka kita rugi. Di situlah esensi maulid, adalah melahirkan diri kita kembali," ujar Gus Nuril.

Tentang Gus Dur, ia berpendapat, presiden keempat RI ini adalah orang yang selalu menjadikan agama sebagai pelndung bagi manusia. Nilai diwarisi dari kakeknya Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dan yang membuat Indonesia utuh hingga kini.

Tentang sikap semestinya seseorang keberagamaan, Ahmad Fuad menenkankan pentingnya seseorang untuk mengendalikan diri untuk berlaku memaksa meskipun berkeyakinan benar. “Kita benar tapi tidak memaksakan kehendak kepada yang lain. Di situlah makna Bhinneka Tunggal Ika," ujarnya. (Hariri Thohir/Mahbib)