Internasional

Halaqah Ilmiah Bersama Syekh Maher, PCINU Suriah Bahas Keutamaan Maulid Nabi

Ahad, 8 Oktober 2023 | 23:45 WIB

Halaqah Ilmiah Bersama Syekh Maher, PCINU Suriah Bahas Keutamaan Maulid Nabi

Memeriahkan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw, PCINU Suriah menggelar Halaqah Ilmiah bersama Syekh Maher al-Munajjid, Jumat (6/10/2023) (Foto: PCINU Suriah)

Damaskus, NU Online
Memeriahkan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw, Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Suriah menggelar Halaqah Ilmiah bertema Daf'u as-Syubhat Haulal Maulid. Halaqah bersama Syekh Maher al-Munajjid tersebut berlangsung Jumat (6/10/2023) di kediaman Syekh Maher di Rukhnuddin, Damaskus. 


Acara tersebut juga menjadi bagian dari rangkaian agenda Pra-Konfercabis VII PCINU Suriah. Pemilihan tema Daf'u as-Syubhat Haulal Maulid didorong oleh sebagian kalangan yang masih menganggap bahwa Maulid adalah perkara yang tidak dikehendaki dalam syara' karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad.


Syekh Maher al-Munajjid dalam muqaddimahnya menjelaskan bahwa mengingkari hadist ahad secara mutlak bisa berujung pada kekafiran karena banyak hal syara' didasarakan pada hadist ahad sedangkan tidak mengamalkan hadist ahad karena suatu alasan tidak menyebabkan dia menjadi kufur. 

 

"Hal-hal yang tidak dilakukan oleh Nabi bukan berarti hal itu adalah perkara haram sehingga tidak boleh dikerjakan. Malahan banyak sekali dari sahabat dan tabiin melakukan perkara yang tidak pernah ada di zaman Nabi," tegasnya. 


"Bukankan Abu Bakar mengumpulkan Al-Qur;an, Umar bin Khattab menghimpun manusia dengan 20 rakaat shalat terawih, Usman bin Affan dua kali adzan shalat Jumat. Semua ini tidak pernah dilakukan nabi tapi mereka melakukannya. Ini membuktikan bahwa perkataan mereka (golongan yang membidahkan) batil. Dan masih banyak lagi dalil yang membantah angggapan mereka," ujarnya.


Dijelaskan juga, tidak ada Maulid Nabi di zaman Sahabat bukan berarti mereka tidak cinta, melainkan cinta mereka tidak membutuhkan perantara seperti Maulid.


"Ini adalah perkataan yang tidak masuk akal sama sekali bila mereka tidak cinta karena tidak ada Maulid sebab cinta mereka sudah terpatri di hati yang paling dalam. Sedangkan tujuan Maulid adalah agar kita bisa menumbuhkan kembali cinta di hati yang sering kali kosong dari rasa rindu dan gulana kepada Nabi Muhammad saw," ujar Syekh yang pernah menjadi Dosen di STAI Imam Syafi'i Cianjur ini. 


Pembahasan berlanjut dari kritik dalil menuju kritik penalaran dalam istinbat hukum. Pihaknya mengkritik penalaran mereka yang hanya membagi perkara dalam dua hal saja; taat dan maksiat. 

 

Pembagian mereka ini menimbulkan masalah karena jika suatu hal dikatakan sebagai ketaatan lalu ditanya mana dalilnya? Jika ada dalil maka tidak masalah, sedang bila tidak ada berarti telah mendustakan Nabi dengan anggapan bahwa itu termasuk hal syara' padahal bukan. Sedang Maulid sendiri bahkan tidak pernah dikerjakan sahabat sehingga seakan maulid tidak punya dalil dan bukanlah ketaatan. 

 

"Pembagian seperti inilah yang membuat orang bingung karena harus menuntut dalil dalam segala hal. Sedangkan kita mempunyai ahkamul khamsah yang terdiri dari wajib, sunnah, makruh, haram, dan mubah. Bisa saja suatu perkara menjadi mubah atau lainnya meninjau perkara yang melingkupinya, dan kasus Maulid ini bisa dimasukkan dalam ahkamul khamsah," ujarnya.

 

Selanjutnya ada perbedaan antara ditinggalkan oleh Nabi dengan tidak dikerjakan Nabi. Ditinggalkan Nabi bisa dijadikan suatu hukum karena ditinggalkan termasuk dari pekerjaan. Sedang perkara yang termasuk dari pekerjaaan Nabi bisa menjadi hukum. Beda halnya dengan perkara yang tidak pernah dikerjakan Nabi sama sekali di masa hidupnya. Perkara itu belum bisa ditetapkan hukumnya karena belum pernah dikerjakan nabi hingga dilakukan penelitian terlebih dahulu untuk menetapkan hukum.


"Sebelumya pernah ada kasus di masa sahabat memakan dhab yaitu sejenis kadal yang hidup di Gurun Sahara. Ini membantah pandangan mereka (Wahabi) soal perkara yang tidak ada di zaman Nabi tak boleh didekati dan dikerjakan karena dhab sendiri tidak ada di kota Makkah dan madinah," terangnya.

 

Syekh Maher juga mengkritik hasil istinbat yang mengatakan bahwa Maulid itu haram. "Maulid sendiri dipenuhi dengan doa dan shalawat kepada Nabi. Kedua hal ini merupakan perkara yang dituntut bagi seorang Muslim untuk selalu mengerjakannya. Bagaimana bisa Maulid menjadi haram?" ujarnya.


Meskipun hanya dibatasi 30 orang, Halaqah Ilmiah ini berlangsung khidmat dan mendapat anatusias dari peserta yang hadir. Ini dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh para hadirin yang masih masih masyghul tentang Maulid. 

 

Salah satu pertanyaan adalah dari Septiadi. "Ada yang mengatakan bahwa Makkah dan Madinah adalah dua kota yang selalu dijaga, sedangkan di dua kota ini tidak ada Maulid Nabi saw. Apakah berarti Maulid adalah suatu yang tidak dikehendaki?" demikian pertanyaan Septiadi.  


Syekh Maher menjawab, tidak ada kaitan antara tempat dan sumber hukum. Sumber hukum tetap Al-Qur'an, sunnah dan lainnya. "Bahkan apakah saat kamu berada di Makkah pasti menjadi orang yang zuhud? Tentu saja tidak. Hakikatnya mereka (Wahabi) hanya memaksakan pendapat mereka dengan keras hingga seakan tidak ada Maulid di sana. Buktinya bukankan Sayyid Maliki termasuk ulama Makkah? Bukankah beliau melaksanakan kegiatan Maulid?" ujar Syekh Maher.


Kontributor: Ahmad Beghtas Dhiya'ul Haq