Hartford Seminary Sesalkan AS Ikut Kampanyekan Islamophobia
NU Online · Senin, 17 Oktober 2016 | 10:45 WIB
Sebuah kampus teologi di Amerika serikat Hartford Seminary berpendapat, ekstremisme dan sikat anti-toleransi bisa lahir dari penganut ajaran agama mana pun. Hal ini pula yang terjadi di Amerika Serikat.
"Itu semua terjadi karena adanya kesalahan dalam hubungan antaragama, juga kesalahan hubungan lintas budaya," terang Presiden Hartford Seminary School Heidi Hadsell saat berkunjung ke DPD RI bersama Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Senin (17/10).
Heidi menambahkan, paham ekstrem yang kerap ditampilkan media sebagai wajah Islam adalah bagian dari kampanye Islamophobia di negara-negara yang memang minoritas kaum muslimin. "Saya amat menyesal dengan sikap pemerintah Amerika yang ikut andil dalam mengampanyekan Islamophobia," ujarnya.
Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad yang menerima rombongan Hartford Seminary dan Pengurus ICMI Pusat mengaku merasa beruntung menerima kunjungan ini. Dia berharap hubungan Indonesia dengan berbagai negara dapat terjalin positif seperti hubungan Indonesia-AS.
"Kemampuan Indonesia mengelola perbedaan agama dan budaya dapat menginspirasi dunia," ucapnya di Nusantara III Kompleks Parlemen, Jakarta, sebagaimana rilis yang diterima NU Online.
Menurut dia, saat ini berkembang ketakutan terhadap budaya dan agama tertentu seperti munculnya Islamophobia, gerakan separatis, dan pemimpinan berpaham xenophobic (ketidaksukaan terhadap bangsa asing). "Globalisasi membawa dampak positif namun juga diiringi dengan ketidakpastian dan ketakutan di berbagai penjuru dunia," jelas senator asal Nusa Tenggara Barat itu.
Dalam ketidakpastian ini, lanjutnya, pemimpin harus menjadi penggerak perdamaian. Mereka harus menyampaikan pernyataan yang membawa keharmonisan antara budaya dan agama. Dirinya juga yakin bahwa tidak ada agama yang mendukung terorisme dan kekerasan yang mengancam kemanusiaan.
"Poin ini yang berhasil didorong DPD pada 24th Resolution of the 24th Annual Meeting of the Asia Pasific Parliamentary Forum (APPF) tanggal 17-21 Januari 2016 di Vancouver, Kanada," kata Farouk.
Farouk menambahkan, dunia ini butuh penggerak perdamaian. Ia juga merasa senang bahwa para penggerak perdamaian hadir di acara kunjungan ini. "Sebagai kesimpulan, DPD berharap Hartford Seminary akan selalu sukses," lontarnya.
Selain itu, DPD memiliki peran penting dalam mengelola perbedaan budaya dan agama di Indonesia melalui aspirasi yang disampaikan masyarakatnya. Lantaran, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai agama, etnik, budaya dan bahasa yang tersebar di seluruh penjuru pulau. "Menjadi hal yang penting untuk mendengar dan menyampaikan semua aspirasi dari Sabang sampai Merauke agar bisa didengar oleh pemerintah pusat," jelas Farouk. (Mahbib)
Terpopuler
1
LBH Ansor Terima Laporan PMI Terlantar Korban TPPO di Kamboja, Butuh Perlindungan dari Negara
2
Dukung Program Ketahanan Pangan, PWNU-HKTI Jabar Perkenalkan Teknologi Padi Empat Kali Panen
3
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
4
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
5
Kurangi Ketergantungan Gadget, Menteri PPPA Ajak Anak Hidupkan Permainan Tradisional
6
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
Terkini
Lihat Semua