Internasional

Kiswah Ka'bah Diganti Kain Putih Selama Musim Haji

Jum, 27 September 2013 | 05:02 WIB

Makkah, NU Online
Kiswah, kain hitam yang menutupi Ka’bah akan dibuka setinggi setinggi tiga meter pada Rabu, (25/9) untuk mencegah jamaah haji menyentuh dan merusaknya selama musim haji, kata pejabat hubungan masyarakat Masjidil Haramain.
<>
“Area tersebut ditutupi dengan sebuah kain putih, setinggi dua meter dengan lebar 47 meter, dan menambahkan, hal ini dilakukan setiap menjelang puncak musim haji setiap tahunnya.

“Kami melakukan hal ini untuk mencegah jamaah menyentuh kiswah tersebut, seperti yang dilakukan oleh banyak orang selama menjalankan tawaf,” kata Mohammed bin Abdullah Bajouda, direktur jenderal pabrik Kiswah.

Sejarah Kiswah

Menurut sejarah, sejak zaman nabi Ismail AS, Ka’bah sudah diberi Kiswah, meskipun tidak ada catatan bagaimana bentuk, warna maupun desainnya. Catatan paling awal menyebutkan pada Raja Himyar Asad Abu Bakr dari Yaman melindungi Ka’bah dengan sebuah kain tenunan. 

Tradisi ini terus dilanjutkan oleh para penguasa atau raja yang menguasai wilayah Ka’bah. Pada masa leluhur Rasulullah, Qusay bin Kilab, pemasangan kiswah pada Ka’bah menjadi tanggung jawab masyarakat suku Quraisy.

Rasulullah pernah memerintahkan pembuatan Kisah dari kain Yaman, sedangkan Khulafaur Rasyidin, Kiswah dibuat dari benang kapas. Selanjutnya pada dinasti Abbasiyah, Khalifah ke-4 al-Mahdi memerintahkan kiswah dibuat dari kain sutera Khuz yang didatangkan dari Mesir dan Yaman. Pada masa kekuasaan Muawiyah I, Kiswah diganti dua kali setiap tahunnya, dan tradisi ini diakhiri oleh Al-Nasir dari Abbasiah yang mengganti Kiswah setiap satu tahun sekali.

Tidak ada ketentuan Kiswah harus berwarna hitam sebagaimana yang berlaku saat ini. Kiswah dari kain tenunan Yaman berwarna merah, lalu pada masa Khalifah Mamun ar-Rasyid, Kiswah berwarna putih. Saat Khalifah An-Nasir, Kiswah berwarna hijau. Warna kuning juga pernah digunakan atas perintah Muhammad bin Sabaktakin.

Keputusan penggunaan warga hitam dilakukan oleh Khalifah Al Ma’mun dari dinasti Abassiyah, yang risau dengan pergantian warna Kiswah setiap tahunnya yang merupakan tempat paling suci bagi umat Islam ini, dan tradisi tersebut berlaku sampai sekarang. 

Sejak era Sultan Sulaiman yang memerintah Mesir pada sekitar tahun 1525-an sampai masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an Kiswah didatangkan dari Mesir bersama rombongan haji dari Mesir yang diketuai oleh seorang amirul hajj. Bahan pembuatan Kisah didatangkan dari Sudan, India, Mesir and Irak.

Pada perang dunia pertama, situasi keamanan yang memburuk membuat Kiswah dari Mesir datang terlambat. Hal ini mendorong Raja Ibnu Saud  membuat Kiswah sendiri, karena setiap 10 Zulhijjah, kiswah lama harus diganti baru. Setelah situasi keamanan pulih, Raja Farouq I dari Mesir kembali mengirimkan Kiswah ke Makkah, tetapi penguasa Saudi memutuskan membuat pabrik Kiswah sendiri pada 1927, yang berjalan sampai sekarang.

Perlu keahlian tersendiri untuk membuat Kiswah, yang dibuat dari benang berwarna emas dan membentuk kaligrafi yang sangat indah serta memiliki nilai seni yang luar biasa. 

Saat ini, pembuatan Kiswah menelan biaya SAR 17,000,000 atau sekitar 51 milyar Rupiah. Kiswah tersebut terbuat dari kain selebar 658m2 dari 670 kilo sutra. Sulamannya terbuat dari 15 kg benang emas. Kiswah tersebut terdiri dari 47 lembar kain, yang masing-masing sepanjang 14m dengan lebar 101 cm. Sebelumnya, kiswah dikerjakan secara manual, tetapi perlahan-lahan dibantu dengan komputer, sehingga mempercepat waktu penyelesaiannya. 

Tak heran, dengan nilai nominal dan keindahan yang dimiliknya, pemerintah Saudi berusaha menjaga kiswah tersebut dari berbagai kerusakan, termasuk dari sentuhan-sentuhan jamaah selama musim Haji. (IINA/mukafi niam)