Gaza, NU Online
Kehidupan warga Palestina di Gaza yang makin sulit akibat blokade Israel sejak 2007 silam sehingga membuat puasa Ramadhan 2018 tidak bisa dijalani dalam suasana semarak. Pertikaian politik dan pemindahan kantor kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem makin menambah keprihatinan tersebut.
Alih-alih menyambut gembira, warga Gaza memasuki Ramadhan dengan suasana duka seperti ditandai dengan pemakaman puluhan pengunjuk rasa yang tewas di tangan tentara Israel.
"Menyedihkan dan membuat pilu. Di setiap rumah, ada yang terluka, di setiap rumah ada yang mati syahid. Semua ibu merasa sedih. Tak ada suasana Ramadhan sama sekali," kata Sabreen al-Turk, warga Gaza kepada kantor berita Reuters seperti dikutip NU Online, Selasa (12/6) dari bbc.com.
Nohaa Shomar, seorang ibu yang tinggal di kamp pengungsi mengatakan tak bisa lagi membeli daging untuk anggota keluarganya yang berjumlah sembilan orang.
Ramadhan biasanya ditunggu para pedagang dan pemilik toko karena banyak warga yang berbelanja lebih untuk merayakannya. Tidak untuk tahun ini. "Situasinya sungguh sulit. Ada atau tak ada Ramadhan, kami menghadapi kesulitan ekonomi. Bagaimana kami bisa memeli barang kalau begini," keluh pedagang bernama Fayez al-Bitar.
Muhammad Smiry, warga Gaza lainnya mengatakan, banyak warga Gaza yang hanya sahur dengan roti tawar dan berbuka dengan sup lentil. "Ini karena mereka tak mampu membeli makanan. Sedih melihatnya, lebih sedih lagi kalau mengetahui banyak warga yang bernasib seperti ini," kata Smiry.
Bergantung pada Bantuan
Badan PBB yang mengurusi pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan Ramadhan tahun ini mungkin yang paling kelam bagi warga di Gaza yang berjumlah sekitar dua juta orang. Dari jumlah itu, rilis UNRWA, satu juta orang tergantung dengan bantuan darurat dari luar.
Jumlah warga miskin di Gaza bertambah dalam beberapa bulan terakhir akibat pertikaian antara kelompok Fatah dan Hamas dan juga akibat dari keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membekukan dana bagi Palestina.
Warga Palestina di Gaza mengambil sup gratis untuk berbuka puasa. (Foto: Getty Images)
Situasi ini menyebabkan kondisi kemanusiaan di Gaza makin buruk akibat minimnya bantuan bagi warga Gaza. Untuk bisa bertahan, banyak warga yang berjalan kaki lima kilometer untuk mendapatkan pembagian bubur gratis.
UNRWA mengatakan, penerima bantuan makanan PBB di Gaza mencapai satu juta orang sementara dua dekade lalu jumlahnya 80.000 orang. Negara-negara Muslim seperti Qatar, Turki, Iran, dan Uni Emirat Arab menaikkan bantuan bagi warga Gaza selama Ramadhan. Qatar misalnya membagikan satu juta paket makanan. (Red: Fathoni)