Internasional

Pengakuan Anak-anak Palestina Tahanan Israel:  Diikat Tangan-Kaki hingga Ditahan di Kamar Mandi 

Sel, 3 September 2019 | 14:30 WIB

Pengakuan Anak-anak Palestina Tahanan Israel:  Diikat Tangan-Kaki hingga Ditahan di Kamar Mandi 

Ahed Tamimi, anak Palestina mengaku digorgol tangan dan kakinya saat ditahan. (Foto: bbc)

Tel Aviv, NU Online
Israel adalah satu-satunya negara di dunia yang menerapkan hukuman militer terhadap anak-anak. Israel juga dilaporkan memperlakukan tahanan anak-anak Palestina dengan kasar dan tidak mengizinkan mereka untuk sekadar menelepon orang tuanya.
 
Kejadian itu membuat kelompok hak asasi manusia mengajuk petisi agar tahanan anak-anak Palestina diberikan haknya untuk menghubungi orang tuanya. Namun, Mahmakah Agung Israel menolak memproses petisi tersebut.
 
Tidak hanya itu, seperti diberitakan bbc.com, Ahad (1/9), para tahanan anak Palestina menerima perlakuan buruk selama ditahan di penjara Israel; mulai dari diikat tangan dan kakinya hingga ditempatkan di kamar mandi. 
 
Salah seorang tahanan anak Palestina di penjara Israel, Ahed Tamimi, mengaku, dirinya diperlakukan kasar selama ditahan. Dia berusia 16 tahun ketika ditahan Israel pada saat itu. 
 
"Saya didudukkan di kursi di sudut ruangan, kaki dan tangan saya diborgol," akunya.
 
Menurut Ahed, hal yang paling sulit dalam penahannya adalah saat-saat dirinya diinterogasi. Ia menjalani masa interogasi selama 16 hari dan diiterogasi sebanyak empat kali. Ahed menjalani masa penahanan selama delapan bulan.
 
Aksi Ahed pernah menjadi sorotan dunia. Pasalnya, ketika itu video yang memperlihatkan dirinya menampar pasukan Israel sempat viral. 
 
Sementara Malak al-Ghalith diinterogasi di kamp militer Israel di Yerusalem. Ketika itu, usianya baru 14 tahun. Ia dituduh menyerang pasukan Israel dengan menggunakan pisau. Berbeda dengan Ahed, Malak disuruh untuk menandatangani sebuah dokumen yang dia tidak paham isinya karena menggunakan bahasa Ibrani.
 
Malak baru mengetahui isi dokumen yang diparaf tersebut–yakni tuduhan kalau dirinya membawa pisau dan menyerang pasukan Israel--ketika di pengadilan. Namun, akhirnya berdasarkan bukti yang ada, Malak tidak terbukti melakukan tuduhan tersebut. Meski demikian, dia sempat ditahan di penjara Israel selama delapan bulan. 
 
"Oleh karena itu saya hanya ditahan delapan bulan," kata Malak.
 
Tahanan lainnya, Husam Abu Khalifa, mengalami perlakuan yang lebih buruk selama di penjara Israel. Dia ditahan karena dianggap berbahaya, dinilai memperlihatkan niatan untuk melancarkan serangan teror dan mendukung ISIS. Saat pertama kali ditahan, Husam berusia 16 tahun. Dia mendekam di penjara Israel selama 14 bulan. 
 
Menurut pengakuannya, Husam ditempatkan di dalam sel isolasi. Selama dalam tahanan tersebut, dia harus tidur di atas selimut yang basah yang digelar di dalam kamar mandi. Husam menurutkan, selnya itu adalah kamar mandi dan kondisinya begitu jorok.
 
Pihak Israel membantah pengakuan-pengakuan tahanan anak-anak Palestina tersebut. Jaksa militer Israel di Tepi Barat Maurice Hirsch mengatakan, pengakuan-pengakuan tersebut tidak benar dan tidak berdasar. Ia menuturkan, dokumen pengakuan anak-anak yang dijadikan dasar penuntutan ditulis dalam bahasa Arab, bukan bahasa Ibrani. 
 
Meski demikian, pihak Israel menolak berkomentar terkait pengakuan Malak al-Ghalath yang disuruh paksa menandatangani dokumen berbahasa Ibrani. Meski akhirnya dia tidak terbukti bersalah. 
 
Pewarta: Muchlishon
Editor: Kendi Setiawan