Surabaya, NU Online
Sebanyak 76 Intelektual Muslim pengikut Tarekat Qadiriyah dari berbagai negara di Asia dan Afrika mengadakan wisata religi Wali Songo di tanah Jawa. Mereka dipimpin sang mursyid, Syekh Sayyid Muhamad al-Jilani asal Gambia.
Mereka berziarah ke makam Sunan Giri dan Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik seharian, Ahad (22/7). Malamnya,mereka berdiskusi tentang peran dan sejarah Sunan Giri di Hotel Santika Gubeng, Surabaya, Jawa Timur.
Muhammad Ichwan, pemandu tour Wali Songo menjadi pemetik diskusi. Menurut Ichwan, Raden Paku (Sunan Giri) merupakan putra dari seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah bernama Syaikh Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi Sekardadu. Dewi Sekardadu adalah putri Prabu Menak Sembuyung, sang penguasa wilayah Blambangan.
"Kelahiran Raden Paku diangap membawa petaka berupa wabah penyakit di wilayah Blambangan, Pasai. Sehingga Dewi dipaksa Prabu Menak Sembuyung (ayahnya) untuk membuang Raden Paku yang masih bayi. Dewi Sekardadu akhirnya membuang putranya ke Selat Bali," cerita pria yang juga Kontributor NU Online Semarang ini.
Peti yang membawa Raden Paku, lanjut Ichwan, ditemukan sekelompok awak kapal, yaitu Sabar dan Sobir. Raden Paku lalu dibawa ke daerah Gresik. Saat tiba di Gresik, Raden Paku diangkat menjadi anak dari saudagar kapal, Nyai Gede Pinatih. Karena ditemukan di laut, Raden Paku diberi nama Joko Samudra.
Ichwan melanjutkan ceritanya, ketika masa remaja, Joko Samudra diperintahkan oleh ibunya untuk berguru kepada Sunan Ampel. Tidak lama mengajar Raden Paku, Sunan Ampel mengetahui siapa Joko Samudra yang sesungguhnya. Sunan Ampel lalu mengirim Joko Samudra bersama Sunan Bonang menuju Pasai untuk mendalami ajaran Islam.
"Setelah sampai di Pasai, mereka diterima oleh Maulana Ishaq yaitu ayah Joko sendiri. Di sinilah Joko Samudra mengetahui nama dia yang sesungguhnya, yaitu Raden Paku. Raden Paku juga mengetahui asal mula kenapa dia dibuang dari Blambangan," cerita Ichwan lagi.
Tinggal di Pasai selama tiga tahun, Raden Paku dan Sunan Bonang dipersilakan kembali ke tanah Jawa. Ayahnya memberikan sebuah bungkusan kain kecil yang berisi tanah. Ayah Raden Paku berpesan kepada anaknya untuk membangun sebuah pesantren di Gresik dengan mencari tanah yang sama persis dengan tanah yang ada di bungkusan itu. (Rof Maulana/Kendi Setiawan)