Internasional

Profesor NU dan Tukang Sapu Kiai Cumlaude di Jerman

Kam, 1 Maret 2018 | 11:45 WIB

Sebuah inisiatif pemerintah Jerman bertajuk Land der Ideen. Terjemahan bebasnya dapat diartikan sebagai negara dengan banyak ide, diluncurkan sesaat menjelang kegiatan Piala Dunia 2006. Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat pencitraan positif negara Jerman baik di dalam maupun luar negeri dengan memfokuskan kerja sama antara pemerintah dan industri khususnya dalam bidang bisnis dan sains. 

Meskipun peristiwa ini sudah terlaksana 12 tahun yang lalu, Land der Ideen masih sangat relevan hingga hari ini: betapa Jerman, pemilik kekuatan ekonomi terkuat di Uni Eropa, banyak menghasilkan produk-produk berbasis sains yang digunakan di seluruh dunia.

Kemajuan dalam bidang sains dan teknologi di Jerman tentu sangat erat kaitannya dengan riset-riset yang dilakukan di banyak universitas dan lembaga riset unggulan Jerman. 

Di antara hiruk pikuk periset-periset dalam berbagai macam bidang tersebut, terdapat beberapa warga Nahdliyin yang juga turut berkontribusi, dua di antara mereka ialah Prof. Dr.-Ing. Hendro Wicaksono dan Dr.rer.nat. Nasori.

Hendro, adalah seorang anak desa dari Sidoarjo. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan amaliyah NU yang kental. Pendidikan formalnya ia selesaikan di SMP dan SMA 1 Sidoarjo sebelum kemudian sukses menyelesaikan pendidikan S1 di Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 2002. 

Hendro kemudian melanjutkan S2-nya dalam bidang Teknik Elektro di Karlsruhe Institute of Technology (KIT), Jerman, mulai tahun 2003. Rasa haus akan ilmunya mendorong ia melanjutkan S3 di kampus yang sama di bawah bimbingan Prof. Jivka Ovtcharova. 

Disertasinya yang berjudul An Integrated Method for Information and Communication Technology (ICT) Supported Energy Efficiency Evaluation and Optimization in Manufacturing: Knowledge-based Approach and Energy Performance Indicators (EnPI) to Support Evaluation and Optimization of Energy Efficiency diselesaikannya pada 2016.

Riset doktoralnya ini ditujukan untuk mengembangkan sebuah metode yang bersifat holistik untuk evaluasi dan optimisasi energi dalam proses manufaktur di industri. 

Karenanya ia sangat akrab dengan berbagai bahasa pemrograman di antaranya R, Weka, Oracle, MySQL, Java, C++, hingga XML dan OWL. Selama risetnya di KIT, ia telah berhasil menerbitkan sejumlah lebih dari 40 publikasi dan turut mensukseskan 13 proyek penelitian baik dalam ruang lingkup Jerman maupun internasional. 

Dengan pencapaian yang luar biasa ini, tak heran kiranya pasca menyabet gelar "Dr.-Ing." dari KIT dengan pujian, Hendro segera memulai karir baru sebagai profesor di Jacobs University Bremen (JUB), Jerman, sejak bulan Januari 2018 yang lalu. 

Di sana ia memfokuskan dirinya dalam bidang Industry 4.0, Energy Efficiency, Information Technology, dan Industrial Engineering and Management. Yang tak kalah luar biasanya, di samping kesibukannya sebagai full-time profesor, Hendro juga berkhidmah sebagai Mustasyar PCINU Jerman.

Lain lagi cerita Anas, panggilan akrab Nasori. Rabu, 28 Februari 2018 kemarin, merupakan hari yang sakral baginya karena saat itu ia dinyatakan telah lulus dari program doktoralnya di Fakultas Ilmu Fisika, Technische Universität (TU) Ilmenau, Jerman. 

Disertasinya yang berjudul Design of Metal Oxide-Based Electrodes for Efficient Photoelectrochemical Water Splitting mendapatkan predikat cumlaude dengan pembimbing utama Prof. Yong Lei yang juga memimpin grup "3D Nanostructure" di TU Ilmenau. 

Anas melakukan penelitian selama lebih dari 4 tahun untuk mengembangkan proses fabrikasi sel surya yang jauh lebih murah dan praktis. 

Selama proses penelitiannya, ia sangat akrab dengan beberapa teknik seperti atomic layer deposition (ALD), scanning electron microscope (SEM), maupun energy-dispersive x-ray spectroscopy (EDX).

Sesaat setelah pengumuman kelulusannya, Anas langsung teringat jasa-jasa guru-gurunya terdahulu. Di antara para gurunya, terdapat nama KH Muhajir dari Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin, Madiun. 

Masa kecilnya di Madiun ia habiskan untuk nyantri secara langsung kepada KH Muhajir tiap hari pasca ia selesai sekolah. Kitab-kitab kuning seperti Aqidatul Awam, Safinatun Naja, Sullamut Taufiq hingga Al-Hikam Ibnu Athoillah ia telah lahap. 

Selama ia mondok, Anas sering dijuluki sesama rekan santri lainnya sebagai "tukang sapu kiai". Tak lain karena KH Muhajir sangat senang menyuruh Anas untuk melakukan berbagai pekerjaan, mulai menyapu pekarangan rumah kiai dan masjid pondok, menimba air untuk tempat berwudhu saat tengah malam hingga sebelum Subuh, membabat rumput liar di kebun pondok, bahkan hingga membersihkan peceren dengan tangan kosong. 

Tak sekalipun Anas keberatan melakukan apa yang diminta oleh kiainya. Anas percaya bahwa di samping doa-doa dari orang tuanya, lantaran baktinya kepada KH Muhajir inilah ia mendapat banyak kemudahan dari Allah SWT. 

Pasca kepulangannya dari Jerman, pria yang telah berkeluarga dengan satu anak ini telah dinanti kiprahnya oleh Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. (Muhammad Rodlin Billah/Abdullah Alawi)