Internasional

Reruntuhan Masjid dari Era Kedatangan Islam di Israel Ditemukan

Jum, 19 Juli 2019 | 07:30 WIB

Reruntuhan Masjid dari Era Kedatangan Islam di Israel Ditemukan

Reruntuhan masjid tua di Kota Rahat, Israel (Amir Cohen/Reuters)

Yerusalem, NU Online
Arkeolog di Israel mengaku menemukan reruntuhan dari salah satu masjid pedesaan tertua yang didirikan pada saat kedataan Islam ke negeri itu. Persisnya, lokasi masjid itu terletak di Kota Rahat.

Otoritas Peninggalan Antik Israel memperkirakan, masjid itu dibangun sekitar abad ke tujuh hingga delapan Masehi. Menurut Otoritas tersebut, ada beberapa masjid besar yang diketahui berasal dari era tersebut tersebar di Yerusalem dan Makkah. Tapi, jarang ditemukan tempat ibadah yang sangat kuno dengan jamaah yang kemungkinan adalah para petani lokal.

Dikutip laman Reuters, Kamis (18/7), setelah situs reruntuhan masjid di Kota Rahat tersebut digali, maka ditemukan sisa-sia masjid tanpa atap. Masjid tersebut ditemukan dalam kondisi terbuka. Berbentuknya persegi panjang, seukuran garasi satu mobil, dengan ‘tempat imaman’ yang menghadap ke selatan ke arah Makkah.

Salah satu anggota Otoritas Peninggalan Antik Israel, Gideon Avni, menjelaskan, masjid yang baru saja ditemukan itu merupakan salah satu masjid tertua yang diketahui berasal dari masa kedatangan Islam di Israel.

“Ini adalah salah satu masjid paling awal yang dikenal dari awal kedatangan Islam di Israel, setelah penaklukan Arab 636 M," kata Gideon.

Bagi Gideon, penemuan situs ini bisa menjadi sumbangsih yang penting bagi dunia penelitian di tengah konflik Palestina dan Israel yang tak berkesudahan. “Penemuan desa ini, serta masjid di dalamnya, menjadi kontribusi yang signifikan untuk penelitian sejarah negara ini di tengah masa pergolakan,” jelasnya.

Konflik antara Israel dan Palaestina sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Pada 1967 lalu, Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Timur Tengah. Kemudian pada 1980, seluruh kota dianeksasi dan diklaim sebagai ibu kota negara Yahudi. Langkah Israel ini tidak pernah diakui  masyarakat internasional. (Red: Muchlishon)