Internasional

Respons Rezim Apartheid Israel, PBB Bentuk Komisi Diskriminasi Rasial

Sen, 21 Februari 2022 | 10:00 WIB

Respons Rezim Apartheid Israel, PBB Bentuk Komisi Diskriminasi Rasial

Mahkamah Kriminal Internasional mendefinisikan apartheid sebagai sebuah rezim opresi dan dominasi secara sistematik oleh satu kelompok ras.

Jakarta, NU Online

Konflik antara Palestina dan Israel melebar pada diskriminasi rasial yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Israel kepada warga Palestina. Bahkan Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) terkemuka yang berbasis di Yerusalem, B'Tselem, menyebut bahwa Pemerintah Israel adalah rezim apartheid.


Merespons hal itu, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis lalu membentuk komisi yang secara umum untuk mewujudkan perdamaian antara Palestina dan Israel. Salah satu yang diupayakan PBB ialah menghapus perselisihan yang melibatkan tuduhan diskriminasi rasial.


Dikutip kantor berita Anadolu Agency, Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengungkapkan bahwa baik Israel maupun Palestina merupakan pihak dalam Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.


Konvensi tersebut mendefinisikan diskriminasi rasial dan mencantumkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang harus dimiliki setiap orang tanpa membedakan ras.


Perjanjian ini memungkinkan negara-negara untuk mengajukan pengaduan kepada Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial atas dugaan pelanggaran perjanjian oleh negara pihak lain. Komisi konsiliasi dibentuk mengikuti konvensi dan terdiri dari lima ahli hak asasi manusia dari komite.


Konvensi Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, yang diadopsi oleh PBB pada 1965, telah diratifikasi oleh 179 negara.


Sebelumnya juga diberitakan bahwa Israel menerapkan rezim apartheid. B'Tselem mengatakan, warga Palestina hidup di bawah kendali Israel di Tepi Barat yang diduduki, di Gaza yang diblokade, di Yerusalem Timur yang dianeksasi, dan di dalam wilayah Israel sendiri.


Dikutip dari AFP, B'Tselem berpendapat bahwa dengan membagi wilayah dan menggunakan alat kontrol yang berbeda, Israel menutupi kenyataan yang mendasarinya bahwa orang Yahudi dan orang Palestina hidup di bawah satu sistem namun dengan hak-hak yang sangat tidak setara.


Istilah apartheid sebetulnya telah puluhan tahun digunakan para pengecam keras Israel untuk menggambarkan perlakuan Israel terhadap warga Palestina. Istilah itu sendiri merujuk pada segregasi rasial di Afrika Selatan yang diakhiri pada 1994.


Istilah apartheid diperkenalkan pemerintahan kulit putih Afrika Selatan pasca Perang Dunia II. Sistem tersebut memisahkan kaum kulit putih dengan warga kulit hitam, dan memberlakukan kasta sosial berdasarkan warna kulit.


Mahkamah Kriminal Internasional mendefinisikan apartheid sebagai sebuah "rezim opresi dan dominasi secara sistematik oleh satu kelompok ras.”


Pewarta: Fathoni Ahmad

Editor: Muhammad Faizin