Internasional

Rohingya, tanpa Pengakuan, tanpa Kawan

Kam, 1 November 2012 | 03:59 WIB

Bangkok, NU Online
Diskriminasi selama satu dasawarsa diderita muslim Rohingya tanpa status kependudukan. Mereka tersebar di seluruh dunia dan dilihat sebagai salah satu kaum minoritas paling teraniaya di planet ini oleh berbagai bangsa.<>

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), sekitar 800 ribu kaum Rohingya di Myanmar, terutama di bagian barat Rakhine, terpukul oleh kekerasan komunal yang sengit sejak Juni, yang merenggut 150 nyawa dan menyebabkan ribuan orang mengungsi.

Terbagi dalam tiga kabupaten yaitu Maungdaw, Buthidaung dan Rathedaung, muslim Rohingya telah lama diperlakukan sebagai orang asing oleh pemerintah dan rakyat Burma. 

Sebuah situasi keterasingan yang mendalam dari kaum Buddha Rakhine, kata para aktivis.

Gambar berupa kamp kumuh dan laporan bahwa mereka dalam bahaya dan ingin melarikan diri ke negara lain dengan perahu telah menarik perhatian internasional terhadap penderitaan mereka beberapa tahun terakhir, namun kondisi kehidupan mereka hampir tidak ada perkembangan.

Kerja paksa, pembatasan kebebasan untuk bergerak, kurangnya hak atas tanah, pendidikan dan pelayanan publik adalah daftar keterbatasan mereka, kata Badan Pengungsi PBB (UNHCR) dalam sebuah laporan yang diterbitkan Desember tahun lalu.

"Muslim Rohingya hampir tidak memiliki hubungan sosial dengan suku Myanmar lainnya, baik bahasa maupun komunitas agama," kata laporan UNHCR seperti dikutip AFP.

Berbicara dalam dialek mirip dengan Chittagong di sebelah tenggara Bangladesh, Muslim Sunni dipandang bermusuhan oleh banyak orang di negara Rahine, yang melihat mereka imigram ilegal dari Bangladesh dan menyebut mereka orang Bengali.

Ancaman reformasi

Permusuhan telah meluas di luar negara dan bahkan termasuk tokoh-tokoh penting dalam gerakan demokrasi yang didukung masyarakat internasional, telah memperingatkan bahwa kerusuhan dan pemindahan menimbulkan ancaman bagi reformasi Myanmar.

Terdapat juga serangkaian demonstrasi anti Muslim oleh umat Budha di negeri ini yang kadang dipimpin para biksu, di tengah persepsi ancaman terhadap mayoritas agama Buddha dan tuduhan kekhawatiran ekstrim terhadap Islam yang sangat disangkal kaum Rohingya.

Di negara tetangga, Bangladesh, PBB memperkirakan setidaknya 230 ribu kaum Rohingya, dan kelompok tersebut dianggap membebani anggaran dan para pengungsi mulai dituduh atas berbagai macam kejahatan di bagian tenggara negara tersebut, mulai pencuriankecil-kecilan hingga perdagangan narkoba.

Bangladesh, yang menjaga lebih ketat perbatasan sungainya dengan Myanmar sebagai antisipasi terjadinya kekerasan baru, mengundang kritik PBB terutama setelah kerusuhan Juni.

Dua gelombang besar pengungsi, berjumlah sekitar 250 ribu orang membanjiri perbatasan Bangladesh pada 1978 dan antara 1991-1992. Skala pemulangan besar-besaran terjadi, dengan perntanyaan PBB tentang ukuran sifat sukarela. 

Dalam beberapa tahun terakhir, pendatang Rohingya lainnya menempuh perjalanan berbahaya dengan perahu menuju Malaysia atau Thailand. Angkatan Laut Myanmar didakwa telah menarik mereka kembali ke laut pada masa lalu.

Menurut laporan UNHCR, ratusan ribu Rohingya kini diperkirakan tinggal di luar Myanmar, termasuk masyarakat di Pakistan dan sekitar 400 ribu di negara-negara Teluk. 

Mengutip AFP, PBB mendata sekitar 24 ribu orang saat ini lari ke Malaysia. Kelompok Hak Asasi Manusia mengatakan mungkin terdapat ribuan orang lainnya yang tidak terdaftar di negara itu.

Myanmar memiliki banyak kelompok etnis, beberapa di antaranya melakukan pemberontakan sporadis bersenjata sejak negara ini merdeka dari Inggris tahun 1948.

Tapi kaum Rohingya tidak diakui secara resmi, sebagian karena Undang-undang tahun 1982 menyatakan bahwa minoritas harus membuktikan mereka tinggal di Myanmar sebelum 1823, sebelum perang Anglo-Burma pertama, untuk memperoleh pengakuan kewarganegaraan.

Perwakilan dari Rohingya mengatakan bahwa kaum mereka sudah tinggal di Myanmar jauh sebelum itu, sementara ada dugaan bahwa kewarganegaraan dapat diberikan kepada mereka yang memiliki hubungan dengan negara itu. 


Redaktur: Mukafi Niam
Sumber   : Antara