Internasional

Sebut Al-Qur’an Izinkan Musik, Penyanyi Sufi Bangladesh Diancam 10 Tahun Bui

Rab, 15 Januari 2020 | 15:15 WIB

Sebut Al-Qur’an Izinkan Musik, Penyanyi Sufi Bangladesh Diancam 10 Tahun Bui

Sekelompok Muslim konservatif menganggap penyanyi sufi negara itu, Shariat Sarker (40), melakukan penistaan karena mengatakan Al-Qur’an mengizinkan manusia untuk bernyanyi. (Ilustrasi: via aclu-in.org)

Dhaka, NU Online
Sekelompok Muslim konservatif menganggap penyanyi sufi negara itu, Shariat Sarker (40), melakukan penistaan karena mengatakan Al-Qur’an mengizinkan manusia untuk bernyanyi. Atas tuduhan itu, Sarker kini dibawa ke meja hijau dan diancam 10 tahun penjara jika terbukti bersalah. 

Sarker dijerat UU Keamanan Digital, sebuah UU kontroversial yang diklaim disalahgunakan untuk menutup mulut para pengkritik pemuka agama di Bangladesh. Kepala Kepolisian Mirzapur, Bangladesh, Saidur Rahman, menjelaskan bahwa Sarker didakwa dengan tuduhan ‘melukai sentimen keagamaan kaum Muslim.’

Cerita bermula ketika Sarker mengunggah sebuah video berdurasi 59 menit ke YouTube. Ratusan orang di Mymensingh dan Mirzapur  melakukan aksi protes mendesak agar Sarker ditangkap. Pada Desember lalu, seorang ulama setempat, Maulana Faridul Islam, juga melaporkan Sarker kepada pihak berwenang atas komentarnya pada sebuah acara. 

Sarker kemudian ditangkap di rumahnya di Mirzapur. Video yang diunggahnya di YouTube juga dihapus. 

Presiden Pusat Kebudayaan Charan yang memayungi musisi tradisional, Dikhil Das, mendesak agar Sarker segera dibebaskan. Menurutnya, Sarker hanya mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak melarang praktik bermusik. Bagi dia, Sarker sengata ditarget karena lantang menentang penggunaan agama sebagai alat politik.

“Kami, penyanyi sufi menginginkan kebebasan kami untuk melakukan praktik budaya kami. Penangkapan Sarkar telah menciptakan ketakutan di antara kita,” kata Dikhil, seperti dilansir laman Aljazeera, Senin (13/1).

Seorang ahli musik setempat, Saymon Zakaria, menyebut, penyanyi sufi sering mengintrepretasikan kisah klasik di dalam Islam untuk menyuarakan kritik sosial. Menurut dia, penyanyi sufi harus menikmati kebebasan berekspresi.

"Tidak seharusnya ada interpretasi harfiah terhadap apa yang dinyanyikan di atas panggung," katanya.

UU Keamanan Digital yang disahkan pada 2018 lalu dianggap mengancam kebebasan berekspresi. Berdasarkan UU tersebut, mereka yang melontarkan ujaran ‘yang melukai sentimen keagamaan’ atau ‘memicu kerusuhan diancam penjara 10 tahun. Begitu pun pelaku propaganda melawan pemerintah, bisa dipenjara seumur hidup. Tahun lalu, dilaporkan pihak kepolisian menjerat 29 orang dengan dakwaan melanggar UU tersebut. 

Yang perlu diketahui juga, kelompok sufi dan kelompok radikal Islam di Bangladesh tidak jarang bersitegang. Bahkan, tidak sedikit ulama sufi dan pengikutnya meninggal dibunuh kelompok radikal dengan alasan mereka menyimpang dari agama. 

Pewarta: Muchlishon
 Editor: Alhafidz Kurniawan