Internasional

Tarian di Pembukaan Asian Games 2018

NU Online  ·  Ahad, 19 Agustus 2018 | 09:30 WIB

Tarian di Pembukaan Asian Games 2018

Tarian pembukaan Asian Games 2018

Jakarta, NU Online
Jutaan penonton pembukaan Asian Games 2018 yang digelar di Jakarta berdecak kagum dengan berbagai suguhan penampilan yang ditunjukkan oleh bangsa Indonesia. Salah satu yang paling menyita perhatian mereka adalah penampilan tari yang begitu harmonis dalam Tari Saman.

Penampilan 1500 penari perempuan itu menempatkan 'Tari Saman' pada jajaran trending topics di Twitter. Namun, pemilik akun @OrangGayo mengomentari twit @netmediatama yang menulis tari tersebut sebagai tari Saman, "Pembukaan Opening Ceremony 18th ASIAN GAMES JAKARTA PALEMBANG 2018 Countdown dibuka dengan Tarian Saman dari ribuan penari Indonesia."

Orang yang menamai MAROON COFFEE itu pun membuat tiga catatan dalam menanggapi twit tersebut. Ia menyanggah bahwa tari yang ditampilkan semalam itu Tari Saman, melainkan Tari Ratoh Jaroe. Pertama, ia menulis bahwa Tari Saman dilakukan oleh laki-laki dalam jumlah yang ganjil, sedangkan Tari Ratoh Jaroe ditampilkan oleh perempuan dengan jumlah yang genap.

Kedua, ia menjelaskan, Tari Saman dikendalikan oleh penari tengah, sedangkan Tari Ratoh Jaroe dikendalikan oleh penyair yang duduk di luar formasi penari. Ketiga, Tari Saman menggunakan bahasa Gayo, sedangkan Tari Ratoh Jaroe menggunakan bahasa Aceh.

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014. Dalam bab pendahuluan, tepatnya pada subbab masalah, peneliti menyebutkan bahwa seringkali orang salah anggapan terhadap Tari Saman.

"Di antara persepsi keliru itu, misalnya, bahwa tari duduk dengan posisi berderet adalah Saman, Saman dapat dimainkan oleh laki-laki dan perempuan, Saman dimainkan oleh perempuan saja, tari lain yang tidak menggunakan syair dalam bahasa Gayo bisa juga disebut dengan Saman." (Saman, Kesenian dari Tanah Gayo: 2014)

Dalam situswebnya, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) mencatat bahwa tari tersebut memang dilakukan oleh laki-laki yang duduk di atas kakinya yang berjinjit, hanya ujung kakinya saja yang menyentuh lantai.

Selain itu,para penari juga menggunakan kostum motif Gayo. Tarian ini, lanjutnya, dipimpin oleh seorang penari yang berada di tengah barisan. Ia juga memimpin nyanyian yang menggunakan bahasa Gayo. Saman, sejak tahun 2011, sudah terdaftar sebagai warisan budaya tak benda yang perlu dilestarikan.

Sementara itu, Rahmadiana, mahasiswi Universitas Negeri Medan, menyebutkan bahwa Tari Ratoh Jaroe baru dinamai oleh Khairul Anwar pada tahun 2011 di sanggar Buana. Sejalan dengan itu, Nurul Husna, Taat Kurnita, dan Tengku Hartati dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiahkuala Volume II, Nomor 2:174-182 Mei 2017, menyebutkan bahwa Tari Ratoh Jaroe merupakan variasi dari Tari Ratoh Duek. Pasalnya, Tari Ratoh Duek memiliki banyak ragam, seperti Ratoh Jaroe, Ratoh Kipaih, dan Ratoh Trieng.

Meskipun demikian, tarian tersebut merupakan budaya yang menunjukkan spirit orang Aceh yang begitu bersemangat. Di samping itu, tari itu juga menggambarkan betapa harmonisnya hubungan masyarakat di Aceh.

Penampilan tari itu juga salah satu bentuk promosi Islam Nusantara, yakni Islam yang mengakomodasi budaya masyarakat lokalnya. Tradisi tetap dijalankan, tetapi diisi dengan esensi keislamannya, sebagaimana syair yang dilantunkan dalam tarian tersebut adalah bentuk dzikir kepada Allah swt. (Syakir NF)