Jatim

Ikhtiar Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional kepada KH Bisri Syansuri

Rab, 9 November 2022 | 11:35 WIB

Ikhtiar Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional kepada KH Bisri Syansuri

Dengan kiprahnya yang demikian heroik, sudah selayaknya KH Bisri Syansuri mendapatkan gelar pahlawan nasional. (Foto: NOJ/NU Network)

Jombang, NU Online Jatim

KH Bisri Syansuri atau Mbah Bisri seorang ulama yang juga salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) diusulkan menjadi pahlawan nasional. Pengusulan gelar ini datang dari dorongan masyarakat, khususnya masyarakat Kabupaten Jombang karena kiprah dan perjuangannya yang dinilai cukup besar di masanya.


“Karena ada dorongan dari beberapa masyarakat yang mengusulkan gelar kepahlawanan Mbah Bisri sebagai salah satu dari pendiri NU, kita dari keluarga ya merespons dengan baik,” kata KH Abdussalam Shohib seperti dilansir NU Online bbeberapa waktu berselang.


Dalam pandangan pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang tersebut, Mbah Bisri pernah ikut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada zamannya. 


“Beliau pernah menjadi komandan markas besar ulama pada saat masa memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,” jelasnya.


Selain itu, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur ini, KH Bisri Syansuri merupakan ulama yang cukup berjasa dalam bidang pendidikan kaum perempuan. Ide gemilang yang disertai dengan keberanian Mbah Bisri, mendirikan pesantren putri pertama kali saat itu. Dan hingga saat ini, pesantren yang menampung kalangan perempuan itu sudah sangat banyak ditemui di berbagai daerah.


“Beliau (Kiai Bisri) adalah pencetus pesantren putri pertama minimal di Jawa Timur,” ungkap Gus Salam.


Kiai Bisri dilahirkan pada Rabu 28 Dzulhijjah tahun 1304 H atau 18 September 1886 di Tayu, Pati, Jawa tengah. Semasa kecil, Bisri muda belajar pada KH Abd Salam, seorang ahli dan hafal Al-Qur’an dan juga ahli dalam bidang fiqih. Atas bimbingannya ia belajar ilmu nahwu, saraf, fiqih, tasawuf, tafsir, hadits. Gurunya dikenal sebagai tokoh yang disiplin dalam menjalankan aturan agama. Usia 15 tahun, mulai belajar ilmu agama di luar tanah kelahirannya, pada kedua tokoh agama yang terkenal pada waktu itu yaitu KH Kholil Kasingan Rembang dan KH Syu’aib Sarang Lasem.


Bisri muda juga berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan. Di pesantren inilah ia kemudian bertemu dengan KH Abdul Wahab Chasbullah, seorang yang kemudian menjadi kawan dekatnya hingga akhir hayat di samping sebagai kakak iparnya. Lalu Kiai Bisri berguru kepada Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng. Di pesantren itu, ia belajar selama 6 tahun. Ia memperoleh ijazah dari gurunya untuk mengajarkan kitab-kitab agama yang terkenal dalam literatur lama mulai dari kitab fiqih Al-Zubad hingga kitab hadits seperti Bukhari dan Muslim.


Pada tahun 1912 sampai 1913 Kiai Bisri Syansuri berangkat melanjutkan pendidikan ke Makkah bersama KH Abdul Wahab Chasbullah. Di kota suci  itu, mereka belajar kepada Syekh Muhammad Bakir Syekh Muhammad Said Yamani Syekh Ibrahim Madani, dan Syekh Al-Maliki. Juga kepada guru-guru Kiai Haji Hasyim Asy’ari, yaitu Kiai Haji Ahmad Khatib Padang dan Syekh Mahfudz Tremas.


Sepulang dari Makkah, Kiai Bisri mendirikan pesantren di Denanyar, Jombang. Pada tahun 1919 KH Bisri Syansuri membuat percobaan yang sangat menarik yaitu dengan mendirikan kelas untuk santri perempuan di pesantrennya. Para santri putri itu adalah anak tetangga sekitar yang diajar di beranda belakang rumahnya.


Setelah KH Abdul Wahab Chasbullah wafat, Rais Aam NU berada di pundak KH Bisri Syansuri pada tahun 1972, era mulai menguatnya pemerintahan Orde Baru. Tantangan besar yang pertama adalah munculnya sebuah Rancangan Undang-Undang Perkawinan yang secara keseluruhan berwatak begitu jauh dari ketentuan-ketentuan hukum agama, sehingga tidak ada alternatif lain kecuali menolaknya.


Pada tanggal 25 April 1980, KH Bisri Syansuri wafat pada usia 94 tahun.. Saat wafat, ia masih Rais Aam PBNU, merupakan rais aam ketiga setelah Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Chasbullah.


Gelar Pahlawan Nasional

Presiden RI Joko Widodo menganugerahkan lima tokoh dari berbagai daerah sebagai pahlawan nasional tahun 2022. Gelar tersebut diberikan berkat jasanya bagi bangsa dan negara. Penyerahan gelar yang diberikan menjelang Hari Pahlawan tersebut dipusatkan di Istana Negara, Jakarta, Senin (07/11/2022).


“Hari ini pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada tokoh-tokoh yang telah memberikan kontribusi besar kepada bangsa dan negara,” ujar Presiden Jokowi usai prosesi penganugerahan dilansir dari situs web Sekretariat Presiden.


Lima tokoh yang mendapat anugerah pahlawan nasional tahun 2022 tersebut meliputi, dr HR Soeharto dari Jawa Tengah, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam VIII dari Daerah Istimewa Yogyakarta, dr R Rubini Natawisastra dari Kalimantan Barat, H Salahuddin bin Talabuddin dari Maluku Utara, dan KH Ahmad Sanusi dari Jawa Barat.


Penganugerahan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 96/TK/Tahun 2022 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 3 November 2022.