Kesehatan

Menelisik Titik Kritis Kehalalan Vaksin TB Bill Gates

NU Online  ·  Rabu, 28 Mei 2025 | 07:00 WIB

Menelisik Titik Kritis Kehalalan Vaksin TB Bill Gates

Ilustrasi Vaksin. (Foto: NU Online/Freepik)

Vaksin Tuberkulosis (TB) M72 yang dikembangkan dengan dukungan dari Gates Foundation telah menjadi sorotan publik, terutama terkait aspek urgensi dan kehalalannya. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kasus TB tertinggi di dunia, terpilih sebagai lokasi uji klinis tahap ketiga vaksin ini. Namun, muncul kekhawatiran di kalangan masyarakat mengenai keamanan dan status kehalalan vaksin tersebut.

 

Berbeda dengan pendahulunya yaitu vaksin BCG, Vaksin M72 memiliki kekhususan untuk digunakan pada remaja dan orang dewasa. Di Indonesia, kasus TB pada kedua usia tersebut masih dalam kondisi yang rentan sehingga diperlukan upaya pencegahan selain pengobatan. Penggunaan obat tuberkulosis yang telah ada dalam jangka panjang sering menimbulkan ketidakpatuhan, oleh karena itu vaksin dianggap sebagai salah satu upaya pencegahan yang dapat ditempuh.

 

Bagaimana penelusuran ilmiah lebih dalam terkait dengan kehalalan vaksin TB M72? termasuk bahan-bahan yang digunakan, proses pengembangannya, serta titik kritis yang dapat mempengaruhi kehalalannya. Dengan memahami lebih jauh, diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang lebih jelas dan akurat mengenai vaksin ini.

 

Di dunia farmasi, vaksin dikenal sebagai produk biologis. Artinya, produk vaksin diperoleh dari makhluk hidup, yaitu mikroorganisme seperti bakteri maupun virus. Pada vaksin tuberkulosis, bahan baku utama pembuatan vaksin adalah bakteri penyebab tuberkulosis, yaitu Mycobacterium Tuberculosis. Komponen bakteri itu berfungsi sebagai bahan perangsang sistem imun pada manusia.

 

Tentunya, bakteri bahan pembuat vaksin tersebut sudah diproses sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan penyakit infeksi ketika diterapkan pada manusia. Tujuan bakteri yang dibuat sebagai vaksin itu adalah sebagai perangsang sistem imun dan tidak sekuat bakteri infeksius penyebab penyakit yang biasa. Oleh karena itu, biasanya ditambahkan bahan-bahan untuk memperkuat perangsangan sistem imun yang disebut sebagai adjuvan.

 

Adjuvan yang digunakan dalam pembuatan vaksin TB M72 adalah Adjuvan System 01 (AS01) yang mengandung liposome. Liposome tersebut terdiri dari campuran kongener alami monofosforil lipid A (MPL®) yang diperoleh dari lipopolisakarida bakteri, dan saponin pohon yang dikenal sebagai QS21. Bagian pohon yang dimaksud sebagai penghasil saponin tersebut adalah kulit pohon Quillaja saponaria (Alving dkk, 2023, Similarities and Differences of Chemical Compositions and Physical and Functional Properties of Adjuvant System 01 and Army Liposome Formulation with QS21,  Frontiers in Immunology: halaman 1-2).

 

Produk biologis memiliki titik kritis yang dapat mempengaruhi kehalalannya karena diperoleh dari mikroorganisme yang ditumbuhkan pada media. Bakteri sendiri pada dasarnya dihukumi mubah karena tidak ada dalil yang menunjukkan diharamkannya bakteri secara khusus.

 

Namun demikian, media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri harus benar-benar diteliti agar tidak terkontaminasi dengan bahan-bahan yang belum jelas kehalalannya. Untuk bisa tumbuh dengan baik, bakteri memerlukan media atau sarana sebagai tempat tumbuh dan berkembang.

 

Selain media, bakteri juga memerlukan nutrisi atau makanan yang dapat memungkinkannya tumbuh dan memperbanyak diri. Nutrisi yang diperlukan oleh bakteri mirip dengan zat gizi yang diperlukan oleh manusia, yaitu karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral. Apabila bahan-bahan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi bakteri berasal dari bahan yang suci dan halal, maka bakteri yang dihasilkannya akan berstatus suci dan halal.

 

Upaya untuk mengintegrasikan bahan-bahan halal dalam pembuatan vaksin inilah yang belum menjadi paradigma para produsen vaksin. Di samping kebanyakan industri vaksin berasal dari negara-negara non-muslim, kaum muslimin yang terlibat berperan serta dalam pengembangan vaksin umumnya baru menyadari tentang pentingnya bahan halal dalam produk vaksin tersebut setelah ada pro dan kontra.

 

Indonesia sendiri sebagai negara yang sudah bisa menghasilkan vaksin BCG sebenarnya telah berjuang keras untuk menghasilkan vaksin halal. Biofarma sebagai satu-satunya BUMN yang berkiprah dalam pembuatan vaksin bahkan telah memperoleh sertifikasi halal pada tahun ini untuk vaksin BCG yang dihasilkannya.

 

Apabila dinamika yang berkembang dalam uji klinis fase ke-3 terhadap vaksin TB M72 di Indonesia dicermati, ada peluang untuk Indonesia ambil bagian terkait dengan kehalalan vaksin itu. Salah satu rencana pemerintah ketika ikut serta dalam uji klinis ini adalah agar kelak industri vaksin dalam negeri memperoleh transfer teknologi dalam pembuatan vaksin yang dimaksud.

 

Bila kelak vaksin yang diuji coba berhasil, industri vaksin Indonesia dapat memproduksinya sendiri dengan alih teknologi dari produsen yang pertama. Alangkah baiknya apabila sejak uji klinis dilakukan di Indonesia, para ulama yang ada di organisasi keulamaan seperti Nahdlatul Ulama maupun Majelis Ulama Indonesia diikutsertakan untuk menilainya di samping para pakar di bidang kesehatan.

 

Selain memberikan kepastian terhadap produk yang diujicobakan dari aspek kehalalannya, keterlibatan ulama dalam uji klinis vaksin juga merupakan perwujudan dari jaminan perlindungan produk halal yang dicanangkan oleh pemerintah. Meskipun belum menjadi produk yang diedarkan secara luas di masyarakat, setiap produk yang diujikan kepada masyarakat muslim Indonesia juga selayaknya dijamin kehalalannya.

 

Ada pengalaman Nahdlatul Ulama di masa lalu yang cukup menarik ketika membahas tentang vaksin. Pada pembahasan masail diniyah, Keputusan Muktaman NU ke-29 tahun 1994 di Cipasung menjawab permasalah tentang vaksin yang dibuat dengan cara unik. Pada pembahasan tersebut, ada model kontrasepsi dengan vaksin yang bahan mentahnya adalah sperma lelaki.

 

Diskusi yang berkembang dalam pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:

 

“Persoalan: sebuah rekayasa laboratoris telah mampu menghasilkan vaksin yang bahan mentahnya adalah sperma laki-laki. Vaksin tersebut dimanfaatkan untuk proses pengebalan (imunisasi) agar wanita yang telah memperoleh injeksi vaksin tersebut diharapkan tidak hamil. Dalam rangka menyukseskan program KB, bolehkah melakukan kontrasepsi (menghambat kehamilan) dengan menggunakan cara tersebut?

 

Jawaban: melakukan kontrasepsi (menghambat kehamilan) dengan cara imunisasi menggunakan injeksi vaksin yang bahan mentahnya sperma laki-laki adalah boleh, karena sifat istiqdhar (menjijikkan) sudah luntur dan sudah hilang. Catatan: tidak boleh mengeluarkan air sperma dengan cara yang tidak diperbolehkan.” (Masyhuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama NU, [Surabaya, Dinamika Press Group: 1997] halaman 381).

 

Terlepas dari konteks kontrasepsi yang diketengahkan pada pembahasan di atas, proses produksi vaksin ternyata tidak lepas dari pengamatan ulama NU. Ketika prosesnya benar dan tidak melibatkan hal-hal yang haram, maka vaksin itu bisa digunakan oleh umat Islam.

 

Berdasarkan pengalaman NU maupun organisasi keulamaan lainnya, beberapa program vaksinasi sebelumnya seperti Covid-19 juga telah ikut dinilai kehalalannya oleh para ulama. Selayaknya pemerintah melibatkan para ulama dalam memutuskan suatu vaksin yang akan diujikan di Indonesia. Apalagi apabila peserta uji klinis vaksin itu adalah umat muslim yang tentunya dijamin hak-haknya terkait dengan status kehalalan dari produk yang mereka dapatkan. Wallahu a’lam.

 

Yuhansyah Nurfauzi, Apoteker dan Peneliti Farmasi.