Lingkungan

10 Kegiatan Rehabilitasi Mangrove Berbasis Pembangunan Perdesaan

Rab, 7 Juli 2021 | 12:00 WIB

10 Kegiatan Rehabilitasi Mangrove Berbasis Pembangunan Perdesaan

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bersama Pokmas melakukan perbaikan sekat kanal di Desa Sungai Rasau, Provinsi Kalimantan Barat. Perbaikan dilakukan pada sekat kanal berbahan dasar kayu cerucuk yang telah mengalami kerusakan. (Foto: BRGM)

Jakarta, NU Online
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) RI memiliki agenda kegiatan rehabilitasi mangrove di sembilan provinsi se-Indonesia, pada tahun ini. Beberapa strategi disiapkan, salah satunya dengan melakukan kegiatan tersebut berbasis pada pembangunan perdesaan. 

 

Hal pertama yang akan dilakukan adalah membuat padiatapa rencana lokasi. Padiatapa merupakan Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan. Artinya, masyarakat adat memiliki hak untuk memberikan persetujuan atau tidak terhadap tindakan yang akan mempengaruhi mereka. Terutama tindakan yang berkenaan dengan tanah, wilayah, dan sumber daya alam tradisional.

 

Kedua, penempatan fasilitator untuk Desa Peduli Mangrove (DPM). BRGM sendiri berkomitmen untuk menjadikan desa tidak hanya sebagai lokus kerja, tetapi juga mitra efektif dalam berbagai kegiatan rehabilitasi mangrove. 

 

Lalu hal ketiga yang dilakukan BRGM sebelum melakukan rehabilitasi mangrove, terlebih dulu membuat pemetaan sosial-ekonomi-spasial desa. Keempat, penguatan kelompok masyarakat yang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi mangrove. Kelima, edukasi perlindungan mangrove melalui sekolah lapang mangrove.

 

Menurut Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Partisipasi dan Kemitraan BRGM RI Muhammad Yusuf, aspek edukasi harus terus dijalankan. Sebab, hal terpenting dalam semua kegiatan rehabilitasi mangrove adalah terciptanya transformasi perilaku dan persepsi terhadap berbagai pihak yang terlibat. 

 

“Karena yang penting adanya transformasi perilaku, persepsi terhadap para pihak untuk melihat ekosistem, memaknai hubungan antara ekosistem dan pembangunan, kelestarian ekosistem, serta relasi soal keberadaan ekosistem mangrove itu mampu punya pemanfaatan yang lebih berkelanjutan,” ujar Yusuf dalam Sosialisasi Percepatan Rehabilitasi Mangrove Provinsi Kepulauan Riau (https://www.youtube.com/watch?v=78MZ3GABsFY), beberapa waktu lalu.  

 

Keenam, pelaksanaan rehabilitasi mangrove padat karya. Lalu yang ketujuh adalah pemberdayaan kelompok masyarakat. Pelaksanaan rehabilitasi mangrove selain difasilitasi BRGM, diharapkan juga muncul berbagai inisiasi dari tokoh masyarakat atau tokoh adat setempat. 

 

“Saya yakin bahwa banyak inisiator, baik masyarakat adat atau warga setempat yang menjaga wilayahnya untuk dilindungi. Paling tidak setelah ditanam atau ada daerah-daerah yang tingkat degradasinya tentu dijaga supaya tetap lestari,” terang Yusuf.

 

Kemudian, rangkaian kegiatan rehabilitasi mangrove yang kedelapan dan harus dilakukan BRGM adalah soal integrasi terhadap dokumen perencanaan pembangunan desa. Karena itu, BRGM bertekad untuk terus menjalin kerja sama yang baik antardesa atau dalam agenda pembangunan pemerintah daerah. 

 

“Saya kemarin dari Kalimantan Timur dan berdiskusi dengan teman-teman perikanan. Ada sebuah kesepakatan menarik dan kesadaran bersama bahwa rehabilitasi mangrove itu harus didukung. Karena model-model pembangunan perikanan akan mendukung bagi kelompok tani tambak yang menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Mereka akan mendapat fasilitas bantuan dari dinas terkait sepanjang mereka berhasil menjaga ekosistem di dalamnya,” jelas Yusuf. 

 

Kegiatan kesembilan yang dilakukan BRGM adalah memberikan pendampingan terhadap pembentukan produk hukum desa untuk mendukung program rehabilitasi mangrove. Ditegaskan Yusuf, hal tersebut sudah menjadi bagian dari kelembagaan BRGM dan selalu dilakukan serta ditawarkan ke pihak terkait. 

 

Kesepuluh, adanya pengawasan atau pemantauan (monitoring) yang keberlanjutan dari masyarakat. BRGM menyadari bahwa masyarakat menjadi subjek utama dalam kegiatan rehabilitasi mangrove yang saat ini sedang digalakkan untuk memperbaiki ekosistem, terutama di kawasan bibir pantai. 

 

“Tentu kami mendorong partisipasi warga masyarakat untuk melihat atau memantau, memonitoring kegiatan-kegiatan di areal mereka, terutama yang menjadi sumber-sumber penghidupan mereka,” pungkas Yusuf.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan